Skip to main content

alasan aku belum menikah

Ditemani Il Divo dan secangkir kopi aku menuliskan ini. Aku sebenarnya nggak terlalu pengen mengulang lagi dan lagi kenapa aku juga belum menikah. Kok rasanya nggak adil harus menjelaskan alasannya sementara memang nggak ada alasan mendasarnya. Aku bukan nggak pernah pacaran, justru pacar pertamaku; hanya tinggal hitungan bulan kami akan menikah. Nyatanya jalan kehidupanku ternyata bukan berakhir bersama, Jadi yah..disinilah aku dan masih single.

Bukan nggak pernah juga aku jatuh cinta sesudahnya. Pernahlah. Sekali. Dengan dia yang membuatku pergi ke kota tua Jerusalem dan naik keatapnya yang paling tinggi. Namun -sekali lagi aku dan dia belum menemukan jalan untuk bersama. Jadi aku melepasnya dengan tangisan. Dan sesudahnya dan sesudahnya aku masih merasakan rasa nyaman yang menelusup kepada setiap nama yang pernah singgah dalam hatiku. Namun apalah yang bisa kulakukan jika aku hanya yang menyimpan rasa dan mereka menyimpan rasa lain yang lebih dalam kepada perempuan lain.

Salahku kah, jika aku aku nggak dipilih dia , dia dan dia yang lain ???

Aih, bicara soal alasan kenapa aku belum menikah bakal menjadi tulisan panjang yang bisa jadi nggak akan kalian mengerti. JIkapun kalian mengerti, belum tentu kalian membantuku menyelesaikan jalan ceritanya.

Percayalah kawan, setiap perempuan single pengen sekali menjawab,"Iyah, ni aku lagi mempersiapkan pernikahanku,"

Suatu kali nanti---suatu hari nanti kawan, tanpa kalian sadari aku akan datang kepadamu dan mengantarkan undangan putih keemasan ke tanganmu,"Hadiri pernikahanku ya.."

Pada saat itu peluklah aku dan tertawa bersamaku karena aku ingin kalian tahu betapa berharganya masa-masa pencarian ini dan aku berhasil melewatinya.

Comments

Popular posts from this blog

kangenku melayang

Aku kangen banget hari ini- dengan kamu – pria yang begitu mempesona. Tapi rinduku ga pernah jelas bagimu. Kamu menejermahkannya dengan candaan tetapi aku mengartikannya sebagai penolakan. Rinduku ga pernah penting untukmu. Sesaat aku menyesal mencintaimu. Tetapi aku terlanjur mencintaimu dan aku ga akan pernah mencabutnya kembali. Aku terlalu mencintaimu. Akh..andai waktu bisa terulang. Andai jarak bisa ditiadakan… Jangan bilang aku kekanakan. Jangan bilang aku tidak mengerti dengan yang kukatakan. Bahasaku sederhana – aku hanya ingin berada disisimu.

Sedikit curhat ama seorang novie..

Kalo kamu...cowo impian kamu kaya gimana nov? Kalo gw...yang pasti dia seorang wanita (hehehe...iyalah)...tunggu belon selesai...dia seorang wanita yang cantik. Terus, dia harus punya suara yang bagus. Dan, gw suka cewe yang bisa maen piano, well ga terlalu jago gpp...yang penting suaranya aja harus bagus. Cewe yang manja, tapi juga bisa ambil keputusan untuk hal-hal yang penting. Yang bisa mengasihi gw apa adanya. Typicall working woman, supaya bisa menghargai sebuah jerih payah dalam mencari uang. Susah kalo punya cewe yang nantinya cuma nongkrong di rumah doang...biasanya sih jadi cewewet and cemburuan banget. Dan...cinta Tuhan. HUaaaaaaaaaaah ada ga ya wanita seperti itu ?????

Cara melupakan Kenangan Pahit

Kenangan pahit tidak perlu dipaksa dilupakan. Biarkan saja dia mengendap dengan sendirinya. Aku yakin waktu bisa membuat kenangan itu terlupakan. Dan inilah yang kualami. Aku perlu waktu yang lama untuk bisa melupakan kenangan itu. Awalnya pengen buru-buru menghapusnya dan menguburnya namun aku memilih proses waktu yang melakukannya. Malam ini aku menguji coba lagi apakah kenangan itu masih terasa pahit dan sakit saat aku melihat wajah itu. Puji Tuhan ternyata tidak. Aku melihatnya sama seperti jika aku melihat wajah orang lain. Memang kenangan itu masih ada tapi tidak lagi menimbulkan rasa nyeri seperti yang kurasakan untuk pertama kali pada 4 tahun silam. Kenangan yang pahit hanya bisa merubah ketika kita secara berani membiarkan hati kita melakukan recovery secara berlahan dan tidak dipaksakan. Artinya memberikan kesempatan kepada diri sendiri untuk menyembuhkan lukanya sendiri. Aku pun melakukannnya dengan sangat berlahan. Pertama memberikan diriku kesempatan untuk menangis. Kedua ...