Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2011

Seni kompromi 1

Pacaran itu adalah seni mengkomprikan sesuatu dengan kepala dingin dan bercermin bahwa kita dan pasangan kita adalah dua manusia biasa dan bukan malaikat surga. Sialnya ini nggak mudah. Mungkin perlu dua cangkir kopi kental dan sebungkus custrud cream rasa orange. Aku memang sudah lama ingin dipanggil adek oleh pasanganku. Panggilan yang membuatku merasa disayang dan dilindungi. Kalau pasanganku lebih tua dariku sih nggak masalah, nah kalau lebih muda hahahaha..Aku bukan tidak berusaha menekan keinginan itu, sialnya makin ditahan makin pengen. "Yah minta aja dia memanggilmu adek, ndak ada yang salah kan ?" kata temanku XXX yang memanggil pacarnya dengan sebutan adek. Geleng-geleng kepala, ngaruk-ngaruk aspal ( hahaha lebay), ndak juga kutemukan cara mengatakannya. Sungkan dan juga marah menjadi satu. La wong siapa yang salah dan siapa yang suruh pacaran ama yang lebih muda? Ndak ada kan. Itukan pilihan sendiri. Nyesal ? Yah enggaklah! La wong aku bahagia (sangat bah

Mari membaca 1

Aku memutuskan untuk melanjutkan hariku. Cukup sudah menangis semalam. Cukup sudah feeling blue mulai pagi hingga siang. Sore ini hingga malam hingga tanggal 16 September mendatang adalah momen-momen baru yang harus kuperjuangkan dengan esai, presentasi, mock, reading pack and final test. Di depanku, ada lima buku bacaan baru dan di meja belajar ada 7 buku yang masih harus kubaca ulang (gimana nggak dibaca ulang, la wong ditulis dalam bahasa Inggris haha). Jadi aku harus bersegera menyingkarkan rasa sedih sialan ini dan mulai membaca. Hm, mungkin ini pula salah satu alasan mengapa aku jatuh cinta dengan kampus Sussex. Kampus itu membuatku sibuk dan melupakan lubang hatiku yang masih menganga. Eh, siapa yang tahu ada yang kemudian mengisinya dengan cinta dan perhatian yang manis...lebay@com Aha, daripada dua kali kerjaan mending aku membacanya dan membuat catatan di buku tulis pinkku. Jadi kalau nanti ada tulisan lagi yang harus disubmit aku sudah punya bahan tulisan. Lagipula

Feeling Blue

Ini kisahku

Aku punya banyak momen dalam hidup ini. Momen-momen yang membuatku tertawa lepas hingga yang momen yang membuatku menangis berdarah. Namun momen yang kualami kemarin malam adalah momen yang tak kukenali. Awalnya aku tidak ingin menceritakannya. Tidak pernah. Bukan karena aku tak ingin terbuka, bukan pula karena menganggap dia tak ada. Aku hanya tak ingin dia pergi setelah melihat sisiku yang lain. Sisi yang tercabik-cabik, penuh luka, bernanah dan terperban oleh rasa perih bernama belajar memahami dan memaafkan. Tapi kemarin malam aku menceritakannya. Aku memulai dengan kalimat-kalimat yang melesat tak berguna. Menembus tembok-tembok yang dingin dan kembali ke jiwaku yang sakit. Aku memang kemudian mengatakannya, tapi tak berani menatapnya. Seperti linglung aku terus saja bicara soal masa kecilku, remajaku dan diriku yang sekarang ini. Dan sekali lagi aku tak berani menatapnya. "Emang sakit apa yang dulu ?" tanyanya. Pikiranku tercampak di ruangan itu. Ruangan ya

Apple co-founder Steve Jobs resigns as CEO

STEVE Jobs, one of the original “geeks” who helped launch global giant Apple from his garage, last night quit as chief executive of the conglomerate. The 56-year-old Silicon Valley supremo had taken leave for a year as he battled pancreatic cancer before returning to work at Apple. But last night he announced he was stepping down. Jobs said last night: “I’ve always said if there ever came a day when I could no longer meet my duties and expectations as Apple’s CEO, I’d be the first to let you know. Unfortunately, that day has come. I hereby resign as CEO of Apple.” In an emotional speech at Stanford University in 2005, a year after he went public with his cancer battle, Jobs told students that doctors had given him just six months to live. He said: "No one wants to die. "Even people who want to go to heaven don't want to die to get there. And yet death is the destination we all share. No one has ever escaped it. "And that is as it should be, because

Masih cemas

Aku berusaha untuk konsentrasi menyelesaikan essay tapi pikiran selalu saja berlari ingin pulang dan memeluk mama. Seperti apapun yang kuupayakan, tetap saja aku nggak bisa menghalau rasa cemas ini. Aku takut...........

Tolong bertahanlah Ma..Pa

Ketika semuanya mulai berjalan dengan sempurna, kenapa mama masuk rumah sakit lagi. Oh, duniaku langsung gelap. "Apakah kali mama akan pulang ke rumah?" "Apakah dia akan kembali sehat atau malah makin memburuk ?' "Bagaimana dengan bapak tersayang, bisakah dia bertahan menemani mama bermalam di bangsal rumah sakit. Bapak sudah tua dan baru sebulan lalu pulang dari opname," Hatiku getir. Aku tidak sanggup meneruskan pembicaraan di telepon. Suara mama terdengar lemah sekali,"Nggak pa- pa mama. Hanya lemas saja. Kau baik-baik saja kan nang ? Sudah makan kau ?" Mama sayang, aku selalu saja berhasil membuatmu sedih dan repot. Sepertinya aku terlahir dengan membawa gen kesedihan dalam hidupmu. Oh, aku bingung... Kuliahku belum mulai namun orang tuaku sudah bolak-balik masuk rumah sakit. Jika mereka kemudian pergi, aku tidak akan pernah memaafkan diriku mengambil keputusan untuk sekolah ke Inggris ini. Kumohon bertahanlah Ma..Pa..

Esok, tepat setahun lalu

Tidak Terasa besok tepat setahun aku menerima email bersejarah itu. Pagi itu 18 Agustus 2010, aku masuk kantor seperti biasa. Hm, sebenarnya bukan pagi yang biasa karena aku berangkat dengan hati terluka. Pagi itu mama kembali marah karena aku tidak juga menikah. Kali ini marahnya keterlaluan. Aku diam saja meski dia terus saja mengomel panjang mengatakan beberapa hal yang melukai hati. Aku mengambil handuk, mandi dan berpakaian dan mama masuk kekamar seakan ingin memastikan aku mendengar semua perkataannya. Aku mengemas tape recorder, pulpen, blok note dan memainkan sebuah lagu di pikiranku (untuk menghalau semua kalimat yang menusuk itu) dan mama terus saja mengejar dengan pertanyaan kapan, apa yang salah denganmu, apa dosaku sampai begini. "Sabarlah ma, semua ada waktuNya. WaktuNya sempurna," balasku ringan. Bukannya tenang, mama malah menjadi-jadi dan keluar lagi kalimat brengsek itu. Kalimat yang membuatku pernah menggugat Tuhan hingga berdarah. Tapi waktu itu, ha

Pria di Seven Sisters

Pria itu manis. Sangat manis malah. Kadang bingung sendiri kenapa pria semanis dia rela saja tersenyum meski aku mengacuhkannya sedemikian rupa. Kemarin aku melihatnya duduk dua baris di depanku dan ketika dia menoleh seperti mencari seseorang, cepat-cepat aku mengambil buku dan pura-pura membacanya. Sayangnya buku sialan itu terbalik hahahaha..Mati mengenaskan!! Dia tersenyum dan bola matanya berpijar mentertwakan kebodohanku. Sialan! Pria itu memang belakangan kayak bayanganku saja, dia ada dimana-mana. Waktu aku ke Falmer Market di Lewes, dia juga ada disana- tersenyum dengan lebarnya melihatku. Aku terpaksa berhenti karena dia langsung menyediakan sebuah bangku, tapi aku memilih berdiri. Dia bertanya ini itu; semua hal yang pribadi. Aku menjawab berputar-enggan membagi hidupku bersamanya. Aku melihat ditangannya dia memegang dua botol yogurt,"Kamu suka yogurt juga ternyata," "Yah, sama denganmu kan ?" Sebenarnya kaget dia tau aku beli yogurt dan den

Missing parts

Cerita 1 : Dia bilang dia kangen padaku. Aku juga begitu. Kadang saking kangennya aku malah jadi marah; benci dengannya; benci dengan rindu yang tak tahu hendak dibungkus apa sampai-sampai aku ingin berteriak kencang di telinganya kalau aku ingin teriak,"Aku nggak peduli samamu!!!" ------------------------------------------------------------- Cerita 2: Dia bilang dia akan datang kembali ke Brighton dan ajak aku hunting foto bareng. Bukannya bilang iyah, aku membalikkan badanku dan dengan ketus bilang,"Pulang sana! Nggak usah kembali lagi," Dia mengambil tanganku membalikkan tubuhku kearahnya dan sambil tertawa,"Jangan sedih Vita! Aku suka kotamu. Aku pasti sering kemari," Alih-alih senang, aku mendengus kesal,"Siapa yang sedih?! Pulang sana! Merepotkan saja. Siapa yang butuh kk!" ------------------------------------------------------------ Aku memang selalu gagal untuk menunjukkan ekspresi sayangku. Kalau aku sudah terlalu

Berhenti mengeluh dan mulai berdoa

Belakangan ini aku ndak tahu harus berdoa apa. Kadang hanya bangun jam 6 pagi terduduk di atas ranjang mencoba mengatakan sesuatu tapi tidak terkatakan. Banyak hal yang ingin kuutarakan pada DIA si pemilik kehidupanku. Namun aku tidak tahu harus memulai dari mana dan mengatakan apa. Aku hanya berharap DIA mengerti tanpa perlu pernyataan. Terkadang sekali dua kali tak sengaja aku mengingat yang lalu, yang manis yang membuai dan yang pahit menghancurkan. Aku ngeri membayangkan bagian-bagian itu datang lagi dan mengambil apa yang sedang kuupayakan. Ada kegaduhan dalam kepala soal pertanyaan-pertanyaan itu. Aku gamang dengan yang kumiliki. Sebaiknya aku berdoa. Sebaiknya aku berdoa. Sebaiknya aku berdoa. Sebaiknya aku berdoa. Sebaiknya aku berdoa. Itu yang terbaik.

ngolor ngidul

Hari ini menyenangkan karena bisa tertawa lepas bersama Duman dan Nelti di dapur. Heran betapa Tuhan selalu menghibur dengan caranya yang tak terduga. Duman itu anak Ford angkatan 8-sama dengan Nelti. Bedanya Duman tidak hanya akan menyelesaikan jenjang mastersnya tapi hingga M.Phil. Mengagumkan. Kita tertawa dengan cerita-cerita sepele mulai dari kerusuhan yang sedang terjadi di London (sekitar 4 jam dari Birmingham dan Brighton) hingga saling sindir soal pacar masing-masing haha.. "Kalau rusuh, Zee pasti langsung lari menyelamatkan Macbooknya," Zee adalah teman angkatanku yang studi di Birminghan dan baru 2 hari ini mendapatkan paket Macbooknya," Macbooknya kan ga pake asuransi," lanjutku, Duman dan Nelti ketawa ngakak hahaha... "Kalau kau ndak perlu selamatkan Macmu,"kata Nelti. "Kan kita udah beli asuransinya," ---------------------------------------------------------------------- Aku mau nulis lagi tapi essay menungg

Taking a time for fasting

I have been waiting for years to realise that it is not about destiny. It is about making decision in an appropriate journey. I am still a wake and think short of things that will be part of my future. Some parts believe that he is the one. On the other hand, some parts believe I should have waited until I have no desire about him at all. Confusing stuffs!!! Might be, I should encourage myself to take a time for fasting