Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2010

kutukan sepak bola

Pukul 22.00 Wib Entah apa yang ada dibenak dua cowok (eh maksudku bapak dan kawannya itu) yang berseru seru gila waktu bola mengarah ke arah gawang yang ada kipernya (Halah! Tentu aja ada kipernya. Emang bowling!) Aku janji kalau sampai jam 11 malam ini mereka ga juga kelar nonton, aku akan beli teve baru besok dan meletakkannya tepat di samping televisi yang sekarang sudah hampir sebulan penuh dengan adegan cowok-cowok mengejar bola. Beuh!!! Palaknya aku. Gimana nggak marah ? Pikiranku makin rumit karna hampir seminggu pula, bolak balik baca analisis gender – masih juga nggak bisa nanggap bedanya teori yang diungkapkan Si Merton atau Engels #$^%&% Pukul 23.25 Wib Kurang ajar. Netbookku ini pun ikut-ikutan buat aku marah. Barusan dia mati dan untuk menunggunya loading, aku terpaksa membaca terus teori Merton, Marxis dan yang terakhir si Eisenstein. (Awalnya bingung kenapa ahli FĂ­sika juga mengeluarkan teori sosial; Teori Kapitalis Patriarki tepatnya. Setelah bolak-balik halaman d

Malaikat ada yang pake behel ga?

Dia selalu saja mengajarku melihat dari sisi yang positif. Kalau saja aku tidak punya imaginasi malaikat itu cantiknya minta ampun, aku sudah yakin dia itu malaikat. Tapi begitulah, kurasa aku harus cukup puas dengan penyamarannya selama ini hihihi... Siang tadi aku makan berdua dengannya di SUN Plaza. Sejak pagi sih sebenarnya dia sudah ingin menculikku untuk mengantarnya ke SUN memperbaiki laptop bosnya yang bermasalah. Aku tentu saja nggak bisa. Bunuh diri rasanya pergi di tengah liputan dan melewatkan kampanye akbar ST 10 siang harinya. Namun justru itulah cilakanya, tanpa memperdulikan perasaanku, aku disabotase oleh mereka yang tak bisa kusebut namanya. Kayak dilempar tahi di wajah tapi nggak bisa balas lempar. Kalau ikut lempar tahi juga, aku bukan anak Tuhan dong *beuh* Halah! Cape deh. Intinya aku nggak jadi liputan kampanye itu. Alih-alih ngamuk, aku malah nelpon dia. Untungnya dia masih di SUN di J.Co lagi. Asli aku lompat-lompat kayak kuda lumping. Girang banget kan; dilemp

Laaman; Israel Palestinaku

Israel...bagaimana aku bisa menyebutmu di negaraku Indonesia. Tidak mengerti apa yang sesungguhnya yang terjadi. Aku hanya bisa terpaku, benarkah itu kamu atau hanya bela diri. Laaman, bagaimana kabarmu disana ? Masihkah perbatasan menjadi tempat Kau dan aku berdiam; habis pembahasan mengenai kisah sesungguhnya. Kau masih ingat kalung bermata rubi yang diberikan Dajani; pria Arab yang kita temui di perbatasan..Kalung itu kukenakan setiap harinya dan kalung itu entah kenapa terasa berat di leherku hari ini. Dajani memelukku begitu eratnya saat menyerahkan kalung itu, "You are my sister. I love Indonesian people," Itu yang Dajani katakan. Kau hanya mengangguk. Kau bilang itulah arti Indonesia sesungguhnya bagi bangsamu Palestina. Aku juga mengangguk waktu itu. Tentu saja aku tahu betapa pentingnya Palestina bagi bangsaku. Tapi kau dan aku sama-sama tahu yang kita butuhkan bukan arti penting parsial Israel atau Palestina tapi ini soal berdiri di tanah yang sama yang tak lagi dis