Skip to main content

Malaikat ada yang pake behel ga?

Dia selalu saja mengajarku melihat dari sisi yang positif. Kalau saja aku tidak punya imaginasi malaikat itu cantiknya minta ampun, aku sudah yakin dia itu malaikat. Tapi begitulah, kurasa aku harus cukup puas dengan penyamarannya selama ini hihihi...

Siang tadi aku makan berdua dengannya di SUN Plaza. Sejak pagi sih sebenarnya dia sudah ingin menculikku untuk mengantarnya ke SUN memperbaiki laptop bosnya yang bermasalah. Aku tentu saja nggak bisa. Bunuh diri rasanya pergi di tengah liputan dan melewatkan kampanye akbar ST 10 siang harinya.

Namun justru itulah cilakanya, tanpa memperdulikan perasaanku, aku disabotase oleh mereka yang tak bisa kusebut namanya. Kayak dilempar tahi di wajah tapi nggak bisa balas lempar. Kalau ikut lempar tahi juga, aku bukan anak Tuhan dong *beuh* Halah! Cape deh.

Intinya aku nggak jadi liputan kampanye itu.

Alih-alih ngamuk, aku malah nelpon dia. Untungnya dia masih di SUN di J.Co lagi. Asli aku lompat-lompat kayak kuda lumping. Girang banget kan; dilempar tahi namun kemudian dibersihkan dengan susu pembersih ahaa...

Aku memang bercerita padanya tentang sabotase itu. Dia mendengarkan serius seperti biasa. Dan seperti biasa pula aku mengakhirinya dengan, "Bisa nggak sih kita menceritakannya sambil makan siang. Aku lapar, "

Dia tertawa.

AKU mengajaknya ke KFC dan pesan paha atas, pepsi dan nasi putih. "Tambahin yah uangnya,"
Dia menggangguk. "Pasti harus ditambahin soalnya uangnya cuma dua puluh ribu,"lanjutku.
Dia ngakak."Dasar kau"

Marah dan makan memang kombinasi yang buruk untuk sosialita cakep yang ingin timbangannya nggak lebih dari 48 kilo. Bagi kami sebaliknya; kombinasi itu seperti jembatan menuju banyak cerita.

here we go...

"Bagaimana yah bisa menyenangkan hati TUhan?" tanyanya.
"Gampang, "balasku tanpa menoleh ke wajahnya yang dibingkai jilbab merah. "Kasih aja uang ke orang miskin."
"Trus?"
"Yeah, sembah Dia. Puji Dia. Turuti apa perintaNya. Gitu aja,"
Dia mengangguk-angguk."Memanglah yah Tuhan itu.Memang gampang kali yah menyenangkan hati Dia. Banyak kali rezekiku hari ini."
AKu mulai mengira-ngira rezeki apa yang banyak itu. Sepertinya aku bisa nambah lagi deh kalau naga-naganya dia lagi banyak uang hihihihihi.

Mukanya serius dengan sesekali mengambil kentang goreng mencoleknya ke saus dan mengunyahnya. Beuh, pasti ada yang berat dipikir si kawan.

Aku sih masih dalam kondisi belum stabil untuk tanya apa yang dia pikirkan. So, aku cerita soal mamaku. Soal aku pernah ingin membelikannya sepatu yang bagus karena mama sering mengeluhkan kakinya sakit kalau memakai sepatunya yang lama. Aku mengajak mamaku ke butik sepatu dan membiarkannya menentukan pilihannya. Mamaku jatuh cinta dengan sepasang sepatu kulit tanpa tumit berwarna coklat yang memang ketika kusentuh dan pakai sepatu itu terasa menyatu dengan kaki.
"Bagus ma, " pujiku. "Kita bungkus yah? "
Mama tak mengindahkannya dan bertanya kepada penjual berapa harga sepatu itu. Sepatu itu ternyata mahal. Itu bisa menghabiskan sepertiga dari gaji bulananku. Nggak mengapa pikirku waktu itu. Aku senang kalau mama bisa memakai sepatu yang membuatnya nyaman dan sepatu adalah jerih payahku. Mamaku selalu menjadi superhero dalam hidupku. Dalam kacamata seorang anak kecil mamaku seperti punya pohon uang. Kalau aku butuh sesuatu aku hanya tinggal datang padanya dan bumn...aku mendapatkan yang kuinginkan. So, pikirku tak apalah kali ini aku yang jadi super hero bagi mamaku.

Tapi mamaku menolak beli sepatu itu dan alasannya membuatku jengkel waktu itu. Tiba-tiba saja mama bilang sepatu itu nggak bagus-bagus kali. Kulitnya keras dan nggak enak dipakai di kaki. ALASAN!

"Coba bayangkan, aku hanya ingin membuat masa tua mamaku bahagia dengan memakai sepatu yang bagus, baju yang keren dan makan di resto-resto tapi mama malah merusaknya dengan bilang mending uangnya aku tabung.,"

Dia cengengesan terus cerita,"Mungkin karena aku juga udah getting old. Jadi pernah kan keponakanku kuberi uang jajan sebulan, pulang sekolah dia belikan aku Dunkin Donat. Aku dah mikir alamak pastilah anak ini sudah menghabiskan uang jajannya selama sebulan itu. Tapi aku diam aja. Apalagi wajah keponakanku itu begitu terlihat bangga bisa belikan aku Dunkin Donat."

"Enakkan Uwo Dunkinnya?' tanya keponakan itu.
"Enak. Makasih yah udah belikan Uwo Dunkin."
"Iyah Uwo. Sekarang gantian. Kan Uwo yang biasanya belikan dunkin.Ini adek beli pakai uang jajan adek."
"SUdah habis donk. Trus uang untuk beli pulsa adek apa? Uang jajannya kan juga untuk beli pulsa,"
Si keponakan menatap cemas tapi tetap makan.

"Keponakanku itu menyangka dengan membelikan aku sesuatu dia telah membahagiakan aku," jelasnya sambil tetap mencolekkan kentang goreng ke saus. "Padahal aku telah bahagia dengan caraku sendiri. Dia bersekolah yang bagus, punya uang jajan yang cukup. Itu sudah membuat aku bahagia,"

"Iyah mungkin memang begitulah caranya mamaku bahagia. Kalau aku bisa membiayai diriku sendiri dan menabung, "gumanku.

"Lha, kamu bayangkan saja. Setelah peristiwa keponakanku pulang bawa Dunkin, minggu depannya dia datang lagi minta uang beli pulsa. Dasar anak-anak." Dia tergelak tertawa.

Cerita soal aku mau beli sepatu mamaku itu sudah terjadi lima tahun yang lalu. Sejak kejadian itu aku nggak pernah lagi menawari mama belanja. Namun pertemuanku dengan dia dan percakapan yang dilakukan selintas sambil makan membuatku ingin segera pulang kerumah dan bilang, "Ma, ke mall yuk,"

Itu cerita tentang dia. Aku sengaja menuliskannya hari ini juga sebagai apresiasi buat malaikat yang sedang dalam penyamaran hihihihi...

I love You...

Comments

Popular posts from this blog

6 bulan di LBI UI

Tadi usai nulis blog aku terkapar lagi. Demamnya kembali hikss..Sedih juga sih sakit di negeri yang jauh. Oh ya aku ingin cerita juga kelanjutan setelah kelulusanku itu. Setelah lulus aku berangkat ke Jakarta untuk mengikuti pembekalan bahasa Inggris selama 6 bulan. Di LBI UI bersama 49 peserta lainnya kami kembali ke layaknya anak sekolah masuk jam 9 dan pulang jam 3 sore. Memang sangat melelahkan tapi juga juga menyenangkan. Disana pula aku bertemu dengan beberapa orang yang istimewa yakni Mijon dan Budi yang kemudian menjadi mentor grammar, Indah yang selalu ada untuk memeriksa academic writingku dan mencari data baru tentang kampus yang kutuju, serta Dolphin- seorang sahabat yang membuatku selalu bersyukur dengan apa yang kumiliki. Aku memang dekat dengan hampir seluruhnya tapi mereka yang kusebutkan tadi punya andil besar hingga aku sampai sekolah ke Inggris ini. Mereka membuktikan dirinya selalu ada saat aku memerlukan mereka. Aku masih saja bepikir mereka dipilih karna Tuhan ta

Semua dimulai dengan mimpi

Mimpi menjadi hal yang penting dalam hidupku. Peristiwa-peristiwa penting dalam hidupku semuanya dimulai dengan mimpi. Sebagai anak Ayah (red: Tuhan Yesus Kristus), aku percaya tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Semuanya telah ditetapkan sejak dunia belum dijadikan (Ini yang kitab perjanjian lama katakan lho). Sejak aku mengalami masa traumatis karena ditinggalkan tunanganku tahun 2007, aku mengalami masa yang sukar. Aku jatuh bangun untuk kembali tegak dan menjadi Novita sebelum kejadian itu. Dan itu tidak mudah. Perlu waktu bertahun-tahun bahkan hingga sekarang untuk terus disadarkan betapa kejadian itu hanyalah bagian yang seharusnya membuatku tersenyum karena justru dalam keadaan sukar itu aku bisa melihat kemurahan dan kesetianNya mengalir. Suatu hari seperti biasa aku membaca koran kompas di ruang tamu tempat aku bekerja sebagai wartawan radio. Disitu ada iklan beasiswa tentang FORD FOUNDATION. Iklan itu menarik dan aku beberapa kali telah pernah dikirimi website oleh teman

Pria di Seven Sisters

Pria itu manis. Sangat manis malah. Kadang bingung sendiri kenapa pria semanis dia rela saja tersenyum meski aku mengacuhkannya sedemikian rupa. Kemarin aku melihatnya duduk dua baris di depanku dan ketika dia menoleh seperti mencari seseorang, cepat-cepat aku mengambil buku dan pura-pura membacanya. Sayangnya buku sialan itu terbalik hahahaha..Mati mengenaskan!! Dia tersenyum dan bola matanya berpijar mentertwakan kebodohanku. Sialan! Pria itu memang belakangan kayak bayanganku saja, dia ada dimana-mana. Waktu aku ke Falmer Market di Lewes, dia juga ada disana- tersenyum dengan lebarnya melihatku. Aku terpaksa berhenti karena dia langsung menyediakan sebuah bangku, tapi aku memilih berdiri. Dia bertanya ini itu; semua hal yang pribadi. Aku menjawab berputar-enggan membagi hidupku bersamanya. Aku melihat ditangannya dia memegang dua botol yogurt,"Kamu suka yogurt juga ternyata," "Yah, sama denganmu kan ?" Sebenarnya kaget dia tau aku beli yogurt dan den