Skip to main content

kutukan sepak bola

Pukul 22.00 Wib

Entah apa yang ada dibenak dua cowok (eh maksudku bapak dan kawannya itu) yang berseru seru gila waktu bola mengarah ke arah gawang yang ada kipernya (Halah! Tentu aja ada kipernya. Emang bowling!)

Aku janji kalau sampai jam 11 malam ini mereka ga juga kelar nonton, aku akan beli teve baru besok dan meletakkannya tepat di samping televisi yang sekarang sudah hampir sebulan penuh dengan adegan cowok-cowok mengejar bola. Beuh!!! Palaknya aku.


Gimana nggak marah ? Pikiranku makin rumit karna hampir seminggu pula, bolak balik baca analisis gender – masih juga nggak bisa nanggap bedanya teori yang diungkapkan Si Merton atau Engels #$^%&%


Pukul 23.25 Wib

Kurang ajar. Netbookku ini pun ikut-ikutan buat aku marah. Barusan dia mati dan untuk menunggunya loading, aku terpaksa membaca terus teori Merton, Marxis dan yang terakhir si Eisenstein. (Awalnya bingung kenapa ahli Físika juga mengeluarkan teori sosial; Teori Kapitalis Patriarki tepatnya. Setelah bolak-balik halaman dan baca lagi dan lagi baru ngeh kalau yang ngeluarin teori sosial itu adalah Zillah Eisenstein sedangkan yang ahli Físika kan namanya Albert Einstein Aha! Kacau aku ni)

Dan karena nggak juga loading, akupun terpaksa mengambil buku bacaan favorit yang pasti akan selalu jadi bahan bacaan ulang kalau bete. Judulnya nggak mutu banget sih “Ocehan Lucy”. Sebuah novel chicklit being single and happy- bersampul hijau dengan gambar cewek baju pinky naik kuda hihihi…

Kalau teori-teori yang berkutat soal gender itu makin jelas membingungkan (yang seharusnya makin lama makin jelas; bukannya membingungkan)- aku lanjut baca Lucy yang isinya lucu-lucu mulai dari Granny-neneknya- yang marah-marah karena nggak sempat beli sherry untuk mabuk hingga Big Mike-tetangga Lucy – yang terus menerus secara impulsif bilang bukan perokok tapi nyaris membakar gudangnya karena salah meletakkan puntung rokok kesekiannya haha…(Nggak mutu kan ??) Tapi aku menyukainya. Justru karena nggak mutunya Lol!

Jadi setelah setengah jam juga netbook sialan ini nggak juga loading, aku loncat-loncat di tempat tidurku (dengan diiringi lagu God Will Make A Way yang diputar di radio). Aku menyempatkan diri kirim pesan ke si Liman yang aku tahu sudah tidur kayak ular mati. (Ya iyalah dia sudah tidur. Duniaku dan dia kan beda dua jam. Kalau sekarang jam 23.30 malam. Pasti di Halmahera sudah subuh hihihihi).

Isi smsnya : Bisakah kau besok membelikan aku netbook baru ? Aku sudah hampir mati kebosanan menunggu Toshibaku loading

Jika besok dia mengaktifkan hapenya, kuharap dia pegangan ke tepi tempat tidur. Semoga jantungnya nggak kenapa napa 

Balik ke inti yang aku mau ceritakan sebelum netbookku ini ngadat lagi…

Aku begitu marahnya dengan siaran piala dunia dan aku punya banyak alasan bagus kenapa. Pertama karena aku jadi nggak bisa nonton Bioskop Transtv. Kenapa sih begitu ngotot harus menonton siaran langsung Belanda VS Slovakia padahal besok kan bisa tahu juga hasilnya siapa yang menang. Nah kalau Bioskop Transtv kan enggak? Aku harus menontonnya atau akan kehilangan kesempatan. Lagipula kalaupun filmya dah ulangan, aku bisa nonton sinetron Sinar.

Kedua, kenapa aku harus ngikutin piala dunia kalau nggak ada tim Indonesia disana? Ralat! Malah tim Asia nggak ada disana lagi. Bukannya semua tim negara Asia sudah pulang dan kini semua grup dikuasai tim negara-negara Eropa. So, What for ?

Ketiga dan ini yang paling buat aku bete, aku tetap saja nggak mengerti kenapa 22 cowok-cowok tampan, atletis itu mau saja mengejar-ngejar bola, berkeringat dan ujung-ujungnya tukaran baju ?

Kenapa nggak tukaran baju aja dari awal? Emang baju-baju yang bau keringat itu mau diapain sih ? Nggak ngerti kan?

Tapi begitulah kutukan sepak bola masih akan berlangsung sampai tanggal 11 Juli mendatang. (Sepertinya aku perlu beli semua novel chicklit untuk jaga-jaga sampai penutupan nanti)

Bapakku memang pernah secara semangat berusaha meracunku untuk suka bola. Meski untuk itu dia mati-matian harus membagi perhatiannya antara layar teve dengan menjelaskan hal-hal yang semuanya hampir tidak kumengerti.

“Pak, bolanya cuman satu yah untuk dimainkan semua orang ?”
“Pak, katanya pemain sepak bola ada 11 kok itu ada yang pake kaos nomor 15 ? Salah cetak ya?”
“Pak, yang Portugal yang baju hijau atau yang putih pak ?”
“Pak, kasihan Korea Utara yah pak, 4-0. Maunya mereka dikasih satu angka aja biar nggak terlalu malu kalahnya. Kan kasihan pak..”

Dan ketika bapakku harus ke kamar kecil, satu bola masuk lagi ke gawang Korut.

“Gol lagi yah ? “Kata bapak semangat. Aku yang duduk tenang di sofa sambil ngemil Hap Seng ngangguk,”Kayaknya sih..”

Bapakku menghela napas nyerah. Yah begitulah riwayat pelajaran bolaku dengan bapakku yang sangat cowok itu.

Sejak awal bapak memang sudah nggak adil. Waktu pembukaan 11 Juni lalu, secara sepihak dia mengundang teman-teman cowoknya (yang adalah bapak-bapak sekompleks) untuk nonton bareng di rumah. Alhasil aku mengurung diri di kamar dan mama ngungsi ke rumah tetangga nonton Kilau Cinta Karmila haha…dan kudengar-dengar bapakku dengan aksi ajaib, spektakuler dan bombatisnya juga telah merancangkan nonton bareng lagi malam final piala dunia. Kupikir aku memang harus segera mulai merancang membeli serial ketiga Ocehan Lucy atau aku bakal meruntuhkan tempat tidurku (tak ada cara yang lebih asik membuang suntuk selain loncat-loncat di tempat tidur yang bisa memantul huahahaha)

Dan karena kini sudah jam 00.05..sebaiknya aku menonton FTV SCTV. Bapak dan mamaku sudah tidur dengan sukses.

Aku datang teve……

P.S : satu-satunya pemain sepak bola yang kukenal hanyalah David Beckham dan itupun karena aku suka penampilan modis istrinya Victoria; anggota Spice Girl. Sayang, nggak main pula dia (suaminya tentu saja maksudku. Untuk yang ini aku tahu pasti). Yeah setidaknya aku pernah melihat David Beckham dalam iklan celana dalamnya # nggak ada hubungan kali hihi#


Sebelum udahan, “ada yang tahu nggak gimana caranya muntahin kopi yang kuminum sejam lalu. Perutku ngisap nih………”

Comments

Popular posts from this blog

kangenku melayang

Aku kangen banget hari ini- dengan kamu – pria yang begitu mempesona. Tapi rinduku ga pernah jelas bagimu. Kamu menejermahkannya dengan candaan tetapi aku mengartikannya sebagai penolakan. Rinduku ga pernah penting untukmu. Sesaat aku menyesal mencintaimu. Tetapi aku terlanjur mencintaimu dan aku ga akan pernah mencabutnya kembali. Aku terlalu mencintaimu. Akh..andai waktu bisa terulang. Andai jarak bisa ditiadakan… Jangan bilang aku kekanakan. Jangan bilang aku tidak mengerti dengan yang kukatakan. Bahasaku sederhana – aku hanya ingin berada disisimu.

Sedikit curhat ama seorang novie..

Kalo kamu...cowo impian kamu kaya gimana nov? Kalo gw...yang pasti dia seorang wanita (hehehe...iyalah)...tunggu belon selesai...dia seorang wanita yang cantik. Terus, dia harus punya suara yang bagus. Dan, gw suka cewe yang bisa maen piano, well ga terlalu jago gpp...yang penting suaranya aja harus bagus. Cewe yang manja, tapi juga bisa ambil keputusan untuk hal-hal yang penting. Yang bisa mengasihi gw apa adanya. Typicall working woman, supaya bisa menghargai sebuah jerih payah dalam mencari uang. Susah kalo punya cewe yang nantinya cuma nongkrong di rumah doang...biasanya sih jadi cewewet and cemburuan banget. Dan...cinta Tuhan. HUaaaaaaaaaaah ada ga ya wanita seperti itu ?????

Cara melupakan Kenangan Pahit

Kenangan pahit tidak perlu dipaksa dilupakan. Biarkan saja dia mengendap dengan sendirinya. Aku yakin waktu bisa membuat kenangan itu terlupakan. Dan inilah yang kualami. Aku perlu waktu yang lama untuk bisa melupakan kenangan itu. Awalnya pengen buru-buru menghapusnya dan menguburnya namun aku memilih proses waktu yang melakukannya. Malam ini aku menguji coba lagi apakah kenangan itu masih terasa pahit dan sakit saat aku melihat wajah itu. Puji Tuhan ternyata tidak. Aku melihatnya sama seperti jika aku melihat wajah orang lain. Memang kenangan itu masih ada tapi tidak lagi menimbulkan rasa nyeri seperti yang kurasakan untuk pertama kali pada 4 tahun silam. Kenangan yang pahit hanya bisa merubah ketika kita secara berani membiarkan hati kita melakukan recovery secara berlahan dan tidak dipaksakan. Artinya memberikan kesempatan kepada diri sendiri untuk menyembuhkan lukanya sendiri. Aku pun melakukannnya dengan sangat berlahan. Pertama memberikan diriku kesempatan untuk menangis. Kedua ...