Skip to main content

Ke Rumah Calon Mertua

Hidupku kacau banget sebulan terakhir. Semua jadi salah. Bahkan hal sederhana pun bisa berbuah petaka. Aku menyesal dengan semuanya. Ngerasa menjadi jahat banget dengan orang-orang yang harusnya memperoleh cinta dan rasa respekku. Maafin aku plis.

“Novi ini kan lebih Jawa dari orang Jawa. Hatinya lembut meski bicara meledak-ledak, “ Komentar itu keluar ketika aku nggak juga bisa mengeluarkan amarahku. Padahal dengan segala kekacauan yang terjadi – di luar diriku – aku berhak untuk memaki. Tapi aku nggak juga melakukannya. Aku memilih diam sebagai tanda amarahku benar2 sudah klimaks.

Aih, súdala aku nggak mau membicarakannya.

Pekan lalu sahabatku pergi ke Bandung menemui calon mertuanya. Dia bilang keluarga kekasihnya tidak suka padanya. Dia bilang dia pernah diusir oleh mama kekasihnya. Dia bilang dia dianggap sebagai sumber masalah bagi kekasihnya.

Aku jadi teringat ketika dua tahun lalu aku mengunjungi calon mertua di Jakarta. Semuanya disiapkan. Mulai dari model rambut, pakaian, sepatu, tas hingga aksesoris lain yang akan dikenakan. Sepanjang perjalanan mulut komat kamit baca doa seakan-akan yang bakal ditemui dedemit yang harus dimusnahkan hikssss….

Si yayang juga mungkin sama cemasnya. Dia membeli kebutuhan dapur dan kepada mamanya dia bilang aku yang beliin. Padahal sumpe, semua adalah idenya.

“Makasih yah Nov. Repot-repot dari Medan beli sabun dan gula,” ujar mamanya dari dapur.

Gelas yang kupegang nyaris jatuh dari tangan. Dia beli apa emangnya? Mampus aku

“ Yah Namboru. Nggak repot kok “ Aku merutuk berkali-kali dalam hati. Duh ngapain sih pake cara bo’ong ama mertua eits calon mertua. Bisa kualat! Trus nggak mungkin juga kan aku bawa2 sabun dan gula dari Medan. Kayak nggak ada warung aja di Jakarta ini. Duh! Cilaka.

Rumah si yayang kecil. Terletak menjorok ke dalam gang sempit penuh dengan rumah yang kecil2 juga. Keluarganya sederhana. Nggak ada yang istimewa di rumah itu kecuali kekasihku cieeee….

Sejujurnya, aku merasa pulang ketika aku berada di rumah itu. Kenapa? Karena aku menyukai orang2 didalamnya. Ternyata ke rumah calon mertua untuk pertama kali nggak segawat yang kukira. Aku mengatasinya dengan sempurna. Yup, itu juga tentu saja karena bantuan sabun dan gula hihihihihihihihi.

Aku nggak tahu bagaimana keadaan keluarga itu sekarang. Aku ingin tahu tapi aku pikir aku nggak punya hak lagi disana. Mereka bukan lagi keluarga masa depanku tapi telah jadi milik istrinya sekarang.

Sejak rasa pahit dan penolakan yang kuterima dari dia - ini yang kulakukan – berusaha mengingat hal manis yang pernah terjadi. Ini membuatku menyadari betapa sempurnanya hidupku.

Dia hanyalah manusia biasa. Pria baik dengan keputusan yang salah.

Comments

Popular posts from this blog

kangenku melayang

Aku kangen banget hari ini- dengan kamu – pria yang begitu mempesona. Tapi rinduku ga pernah jelas bagimu. Kamu menejermahkannya dengan candaan tetapi aku mengartikannya sebagai penolakan. Rinduku ga pernah penting untukmu. Sesaat aku menyesal mencintaimu. Tetapi aku terlanjur mencintaimu dan aku ga akan pernah mencabutnya kembali. Aku terlalu mencintaimu. Akh..andai waktu bisa terulang. Andai jarak bisa ditiadakan… Jangan bilang aku kekanakan. Jangan bilang aku tidak mengerti dengan yang kukatakan. Bahasaku sederhana – aku hanya ingin berada disisimu.

Sedikit curhat ama seorang novie..

Kalo kamu...cowo impian kamu kaya gimana nov? Kalo gw...yang pasti dia seorang wanita (hehehe...iyalah)...tunggu belon selesai...dia seorang wanita yang cantik. Terus, dia harus punya suara yang bagus. Dan, gw suka cewe yang bisa maen piano, well ga terlalu jago gpp...yang penting suaranya aja harus bagus. Cewe yang manja, tapi juga bisa ambil keputusan untuk hal-hal yang penting. Yang bisa mengasihi gw apa adanya. Typicall working woman, supaya bisa menghargai sebuah jerih payah dalam mencari uang. Susah kalo punya cewe yang nantinya cuma nongkrong di rumah doang...biasanya sih jadi cewewet and cemburuan banget. Dan...cinta Tuhan. HUaaaaaaaaaaah ada ga ya wanita seperti itu ?????

Cara melupakan Kenangan Pahit

Kenangan pahit tidak perlu dipaksa dilupakan. Biarkan saja dia mengendap dengan sendirinya. Aku yakin waktu bisa membuat kenangan itu terlupakan. Dan inilah yang kualami. Aku perlu waktu yang lama untuk bisa melupakan kenangan itu. Awalnya pengen buru-buru menghapusnya dan menguburnya namun aku memilih proses waktu yang melakukannya. Malam ini aku menguji coba lagi apakah kenangan itu masih terasa pahit dan sakit saat aku melihat wajah itu. Puji Tuhan ternyata tidak. Aku melihatnya sama seperti jika aku melihat wajah orang lain. Memang kenangan itu masih ada tapi tidak lagi menimbulkan rasa nyeri seperti yang kurasakan untuk pertama kali pada 4 tahun silam. Kenangan yang pahit hanya bisa merubah ketika kita secara berani membiarkan hati kita melakukan recovery secara berlahan dan tidak dipaksakan. Artinya memberikan kesempatan kepada diri sendiri untuk menyembuhkan lukanya sendiri. Aku pun melakukannnya dengan sangat berlahan. Pertama memberikan diriku kesempatan untuk menangis. Kedua ...