Skip to main content

Beda dokter Inggris dan Indonesia


Setelah sok bertahan dan menganggap enteng pembengkakan di langit-langit mulut selama  selama seminggu; baru Senin lalu aku pergi ke dokter. Itupun setelah dua hari benar-benar tidak bisa makan apapun karena sakit saat mengunyah dan menelan. Dokter Alice yang memeriksa mengaku heran dan tidak mengenali penyakitku. Dia bertanya apa keluhanku dan menurutku apa penyebabnya. Akh ada-ada saja dokter yang satu ini. Beda sekali dia dengan dokter Anuarsyah yang bertugas di puskesmas tempat aku biasa berobat. Paling setelah mengambil antrian tiket, aku duduk di depan dokter tersebut. Dia akan bertanya keluhanku apa, trus dia akan tulis resep dan yah aku tebus resepnya di apotek dan pulang. Kecuali kalau aku bilang aku demam, atau perutku gembung atau batukkku ga sembuh-sembuh, dia akan membaringkan aku di bangsal trus memeriksa dengan steteskopnya, memasukkan alat pengukur panas di ketiak kanan dan mengetok-ngetok perutku dengan dua jarinya diatas telapak tangan kirinya yang tentu saja berada di atas perutku.

Yah, selalu saja begitu dan selalu saja sembuh. Nyatanya aku masih hidup dan berada di Inggris haha.

Sebaliknya dokter Alice, nampak sibuk mengarahkan senter hitamnya ke mulutku berkali-kali. Wajahnya nampak serius, keningnya berkerut dan sesekali dia berguman hmmm... Lantas dia bertanya, apa aku punya penyakit lainnya. Nah, kali ini aku yang bergantian berkerut halooooooooooooo

"Gendang telingaku robek karena terkena hantaman bola basket,"
"Kapan itu?"
"1997"
"2007"
"Bukan, 1997."
"Itu kan sudah lama sekali!"

Aku terdiam, iyah emang sudah lama sekali namun kuanggap itulah penyakitku karena memang sampai sekarang telinga kadang suka berulah. Yang dia tanya penyakitku kan ?

Lantas dokter yang kuprediksi berusia tak lebih dari 25 tahun ini mengambil alat lainnya, trus memasukkannya ke telingaku. Belum puas dia mengambil garputala (aku pikir itu pasti garputala soalnya ibu-ibu di gereja suka memakainya kalau lagi latihan koor), mengetuknya di meja trus meletakkan di samping telinga, dibelakang telinga dan dijidat. Astaga! Aku baru tahu garputala bisa dimainkan dijidatku hihihi...

Belum puas dengan garputala, dia bertanya lagi, "Kamu belum periksa kanker serviks ya?" Darahku langsung tersirap. Kok dia tahu yah kalau aku mengabaikan 3 kali permintaan pemeriksaan kanker serviks.

"Kenapa belum? Kamu kan sudah tinggal disini lama?"
"Aku tidak tahu mengapa,"jawabku bingung. Mataku berputar-putar seperti biasa kalau aku mulai gugup. Dokter itu balik menatap dengan kening berkerut. Kayaknya dia meminta penjelasan lebih.

"Mungkin aku takut saja, "kataku cepat. Dan mungkin aku juga merasa aku tidak memerlukannya. Bukankan aku tidak pernah berhubungan sex? Kalimat yang terakhir aku ucapkan dalam hati. Aku tidak mau dokter bule muda ini pingsan kalau mengetahui aku masih perawan dan sangat hati-hati dengan yang namanya pergaulan bebas. Bukankah di barat sini, menjadi perawan adalah sesuatu yang menjadi aib. Soalnya pernah ketika  searching di Yahoo answer, aku menemukan suatu pertanyaan dari seorang anak remaja usia 14 tahun yang bertanya apakah dia normal karena dia belum pernah berhubungan sex alias masih perawan.

Jadi, aku tak ingin dokter ini menatapku kasihan atau menatapku sebagai mahluk yang aneh. Bergereja di hari Minggu pagi di kala teman-teman asrama masih tidur sudah membuatku menjadi mahluk aneh di Inggris ini, dan maaf-maaf saja aku sama sekali tidak sudi menambah daftar keanehanku di hadapan para bule ini.

Dan benar saja, dia tidak memperpanjangnya. Memang di Inggris ini setiap wanita usia 25 tahun ke atas  harus memeriksakan kanker serviks dan pemeriksaan ini gratis. Jadi karena judulnya gratis, boleh datang dan boleh tidak hihi...

Balik ke soal penyakit bengkak tadi...


Dokter Alice memberikan aku tiga jenis resep yang harus aku beli di apotek kampus dan berpesan kalau aku tidak kunjung sembuh, aku harus datang menemuinya lagi. Usai membelinya aku pulang, memasak bubur roti, makan, minum obat dan tidur. Namun 2 jam kemudian, dokter itu menelepon katanya dia ingin memeriksa mulutku sekali lagi hari Rabu ini. Jelas saja permintaan ini membuatku nyaris pingsan. Apa-apaan ini? Kok jadi seribet ini? Apa dia curiga aku kanker mulut? Wah beribu pertanyaan seliweran dan hanya membuatku gugup.

Dan ketika aku datang hari ini, dia ternyata hanya bertanya keadaanku terus menyenter mulutku dan berpesan, "Kalau nggak sembuh juga datang lagi yah Minggu depan."

Astaga! Suer banget rasanya pengen jedotin kepala di dinding didepannya. Ternyata sang dokter memintaku datang kembali (dua hari setelah konsultasi pertama) hanya untuk memasukkan senternya????

Hm, kalau sudah begini..Rasanya memang lebih jago dokter di kampungku. Tak perlu pakai senterpun,  dia sudah tahu penyakitku yang tak jauh-jauh dari penyakit kampung lainnya hihihihi..

Sayang beliau sudah wafat beberapa tahun lalu.


Comments

Popular posts from this blog

6 bulan di LBI UI

Tadi usai nulis blog aku terkapar lagi. Demamnya kembali hikss..Sedih juga sih sakit di negeri yang jauh. Oh ya aku ingin cerita juga kelanjutan setelah kelulusanku itu. Setelah lulus aku berangkat ke Jakarta untuk mengikuti pembekalan bahasa Inggris selama 6 bulan. Di LBI UI bersama 49 peserta lainnya kami kembali ke layaknya anak sekolah masuk jam 9 dan pulang jam 3 sore. Memang sangat melelahkan tapi juga juga menyenangkan. Disana pula aku bertemu dengan beberapa orang yang istimewa yakni Mijon dan Budi yang kemudian menjadi mentor grammar, Indah yang selalu ada untuk memeriksa academic writingku dan mencari data baru tentang kampus yang kutuju, serta Dolphin- seorang sahabat yang membuatku selalu bersyukur dengan apa yang kumiliki. Aku memang dekat dengan hampir seluruhnya tapi mereka yang kusebutkan tadi punya andil besar hingga aku sampai sekolah ke Inggris ini. Mereka membuktikan dirinya selalu ada saat aku memerlukan mereka. Aku masih saja bepikir mereka dipilih karna Tuhan ta

Semua dimulai dengan mimpi

Mimpi menjadi hal yang penting dalam hidupku. Peristiwa-peristiwa penting dalam hidupku semuanya dimulai dengan mimpi. Sebagai anak Ayah (red: Tuhan Yesus Kristus), aku percaya tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Semuanya telah ditetapkan sejak dunia belum dijadikan (Ini yang kitab perjanjian lama katakan lho). Sejak aku mengalami masa traumatis karena ditinggalkan tunanganku tahun 2007, aku mengalami masa yang sukar. Aku jatuh bangun untuk kembali tegak dan menjadi Novita sebelum kejadian itu. Dan itu tidak mudah. Perlu waktu bertahun-tahun bahkan hingga sekarang untuk terus disadarkan betapa kejadian itu hanyalah bagian yang seharusnya membuatku tersenyum karena justru dalam keadaan sukar itu aku bisa melihat kemurahan dan kesetianNya mengalir. Suatu hari seperti biasa aku membaca koran kompas di ruang tamu tempat aku bekerja sebagai wartawan radio. Disitu ada iklan beasiswa tentang FORD FOUNDATION. Iklan itu menarik dan aku beberapa kali telah pernah dikirimi website oleh teman

Pria di Seven Sisters

Pria itu manis. Sangat manis malah. Kadang bingung sendiri kenapa pria semanis dia rela saja tersenyum meski aku mengacuhkannya sedemikian rupa. Kemarin aku melihatnya duduk dua baris di depanku dan ketika dia menoleh seperti mencari seseorang, cepat-cepat aku mengambil buku dan pura-pura membacanya. Sayangnya buku sialan itu terbalik hahahaha..Mati mengenaskan!! Dia tersenyum dan bola matanya berpijar mentertwakan kebodohanku. Sialan! Pria itu memang belakangan kayak bayanganku saja, dia ada dimana-mana. Waktu aku ke Falmer Market di Lewes, dia juga ada disana- tersenyum dengan lebarnya melihatku. Aku terpaksa berhenti karena dia langsung menyediakan sebuah bangku, tapi aku memilih berdiri. Dia bertanya ini itu; semua hal yang pribadi. Aku menjawab berputar-enggan membagi hidupku bersamanya. Aku melihat ditangannya dia memegang dua botol yogurt,"Kamu suka yogurt juga ternyata," "Yah, sama denganmu kan ?" Sebenarnya kaget dia tau aku beli yogurt dan den