Skip to main content

selamat hari mamak

Sudah seharian ini aku mondar-mandir di depan Mac namun tidak juga bisa kumulai tulisan bertema ibu. Mungkin memang karena topiknya hari ibu dan bukannya hari mamak. Jadi tak sedikitpun ide melintas tentang sosok ibu di benak ini.

Akhirnya kuputuskan tidur dan kini duduk lagi di depan Mac. Menit ke-10, aku tuliskan sesuatu tapi tidak yakin, tulisan itu yang kumau. Aku ingin menuliskan sesuatu buat mamakku: bukan ibu. Jadi kuputuskan main ke situs Kompasiana. Ada beberapa tulisan tentang ibu disana, tapi tak ada soal Mamak. Nah, benarkan, yang diminta tulisan itu soal ibu bukan mamak..batinku

Tapi sudahlah, aku tak peduli lagi. Aku akan menuliskan soal Mamakku.

Usiaku 33 tahun sekarang. Usia yang tidak menyenangkan bagi perempuan lajang batak sepertiku. Bagi mamakku, usia ini seperti beban yang terlampau berat untuk disandangnya.

Seingatku, tidak pernah mamak ‘menyiksaku’ karena suatu hal yang dia inginkan. Mamak adalah perempuan sederhana yang selalu saja bisa mencukupkan dirinya bahkan kebutuhan keluarganya dengan sangat sempurna. Tapi tidak soal anak perempuannya yang dianggapnya telah tua dan belum juga menikah. Dan selama bertahun-tahun perkara yang satu itu saja yang dikejar mamak,”Kapan kau menikah?”

Pertanyaan mamak begitu sederhana dan permintaannya agar aku segera menikah pun sebenarnya tak terlalu sulit andai aku mau saja dinikahkan dengan pria pilihan dirinya. Sayangnya, tak juga kutemukan yang tepat. Meski sudah kubujuk diri ini dengan alasan, “Setidaknya biar mamakmu bahagia,”

Aku memang merasa bersalah dan serasa jadi anak durhaka, karena sekalinya mamak minta sesuatu, aku tak bisa memberikannya. Padahal mamak telah memberikan segalanya buatku.

Menurut mamak, masa kanak-kanakku dihabiskan di rumah sakit. Aku kerap dilarikan ke rumah sakit karena penyakit sulit bernafas yang kuderita. Bahkan aku pernah dikatakan hampir mati sehingga oppung boru (red: nenek) sudah mengunting rambutku sebagai kenang-kenangan. Nyatanya setelah rambutku digunting, aku malah semakin sehat. Jadi begitulah, petualangan mamak keluar masuk rumah sakit untuk pertama kali dalam hidupnya.

Mamak jugalah orang yang selalu saja bisa menahan lapar dan tidak tidur jika aku pulang sekolah terlambat. Mamak punya daftar alamat teman-teman sekelasku dan tentu saja akan mulai mendatangi rumah mereka satu persatu untuk memastikan keberadaanku. Dicarinya aku hingga kepada kakak kelas dan juga tetangga yang menurutnya mungkin berpapasan denganku. Kalau tak bertemu juga, mamak akan menunggu dengan berdiri di depan gang rumah. Jadi bisa dipastikan semua orang kampung akan tahu kalau hari itu aku terlambat pulang.

Ritual ini terus dilakukannya hingga aku bekerja sebagai wartawan di salah satu radio ternama di kota Medan.

Mamak jugalah orangnya yang membangunkanku jam 4 subuh untuk mengambil mangga di halaman rumah bapatua (red: abang ipar mama). Mamak bersedia menemaniku mengambil mangga itu daripada melihatku selalu saja meneteskan air liur saat sepupuku makan mangga tapi aku tak mendapat bagian. Untuk kasus yang satu ini, aku memberi nilai 100 buat mamak.

“Sudah cukup itu nang mangganya. Jangan banyak kali. Nanti kurus kau makan mangga. Besok-besok kita ambil lagi,” kata mamak dari bawah.

“Satu lagi mak, eh tolong ambilkan jolok mangganya dulu. Agak tinggi mangga yang satu itu,” balasku.

Demikian pula, sewaktu peer matematika belum selesai dan aku masih harus duduk di lantai untuk menyelesaikannya (rumah kami begitu kecil untuk sebuah meja), mamak akan ikutan menemaniku dengan tidur di lantai. Saat itulah nyamuk-nyamuk akan datang mengigit mamak tapi dia tetap saja tidur pulas. Jadilah tugasku bertambah, selain menyelesaikan peer, juga menepuk nyamuk-nyamuk itu.

Pekerjaan menemani buat peer terus berlanjut bertahun-tahun lamanya menjadi menemaniku mengerjakan laporan kantor .

Itulah sebabnya batin ini, otak ini semuanya bersepakat menuduhku anak durhaka karena tak juga mengabulkan permohonan mamak untuk segera menikah.

Oleh karena itu pula, hubunganku dengan mamak semakin hari semakin merenggang. Tak ingin kusapa dirinya pulang dari kantor. Tak sanggup aku menambahi beban hidup yang kubawa dari luar dengan satu pertanyaan yang juga tak bisa kujawab. Lebih tak sanggup lagi melihat wajahnya yang memelas dan memohon agar aku pulang dengan cerita kalau aku bertemu seseorang yang bisa dijadikan suami.

Lantas jika sudah begitu, mamak berbalik memarahiku; menganggapku begitu tega membuatnya malu dan mulai memojokkanku dengan kata-kata yang tak mampu kutuliskan di atas kertas ini.

“Mak, andai aku punya calon. Aku akan menikah” Begitu alasanku.

“Kau hanya tak mau menikah titik. Kau sibuk dengan wartawanmu itu. Sibuk meliput kesana kemari. Pergi pagi, pulang malam. Kau sudah ke Thailand, ke Malaysia, bahkan ke Jerusalempun sudah kau jalani, masak tak ada seorangpun yang kau temui yang pas?

—————————————————————————

Sesungguhnya aku tak tahu bagaimana mau menutup kisah soal mamak ini dengan manis karena saat ini aku terpisah sangat jauh dengan mamak. Mamak masih di kampung- tapi kini aku sedang berada di Inggris.

Sejak malam terakhir mamak mengusirku karena aku menolak untuk dinikahkan, hanya selang dua minggu kemudian aku menerima surat pemberitahuan aku mendapat beasiswa sekolah S2 di Inggris.

Dan saat aku menuliskan ini, hanya airmata yang bisa mengurai segala kerinduan dan permintaan maaf untuk mamak karena hingga kini belum bisa memenuhi keinginannya yang sederhana.

Mak’e…tak ingin aku membuat sedih dan membuat mamak menanggung malu. Mungkin ini memang jalannya. Aku harus pergi jauh supaya kita sama-sama bisa berpikir apa artinya kita satu dengan yang lain.


Selamat hari mamak…Aku sayang kali samamu,Mak!



note : http://fiksi.kompasiana.com/cermin/2011/12/21/selamat-hari-mamak/

Comments

Popular posts from this blog

6 bulan di LBI UI

Tadi usai nulis blog aku terkapar lagi. Demamnya kembali hikss..Sedih juga sih sakit di negeri yang jauh. Oh ya aku ingin cerita juga kelanjutan setelah kelulusanku itu. Setelah lulus aku berangkat ke Jakarta untuk mengikuti pembekalan bahasa Inggris selama 6 bulan. Di LBI UI bersama 49 peserta lainnya kami kembali ke layaknya anak sekolah masuk jam 9 dan pulang jam 3 sore. Memang sangat melelahkan tapi juga juga menyenangkan. Disana pula aku bertemu dengan beberapa orang yang istimewa yakni Mijon dan Budi yang kemudian menjadi mentor grammar, Indah yang selalu ada untuk memeriksa academic writingku dan mencari data baru tentang kampus yang kutuju, serta Dolphin- seorang sahabat yang membuatku selalu bersyukur dengan apa yang kumiliki. Aku memang dekat dengan hampir seluruhnya tapi mereka yang kusebutkan tadi punya andil besar hingga aku sampai sekolah ke Inggris ini. Mereka membuktikan dirinya selalu ada saat aku memerlukan mereka. Aku masih saja bepikir mereka dipilih karna Tuhan ta

Semua dimulai dengan mimpi

Mimpi menjadi hal yang penting dalam hidupku. Peristiwa-peristiwa penting dalam hidupku semuanya dimulai dengan mimpi. Sebagai anak Ayah (red: Tuhan Yesus Kristus), aku percaya tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Semuanya telah ditetapkan sejak dunia belum dijadikan (Ini yang kitab perjanjian lama katakan lho). Sejak aku mengalami masa traumatis karena ditinggalkan tunanganku tahun 2007, aku mengalami masa yang sukar. Aku jatuh bangun untuk kembali tegak dan menjadi Novita sebelum kejadian itu. Dan itu tidak mudah. Perlu waktu bertahun-tahun bahkan hingga sekarang untuk terus disadarkan betapa kejadian itu hanyalah bagian yang seharusnya membuatku tersenyum karena justru dalam keadaan sukar itu aku bisa melihat kemurahan dan kesetianNya mengalir. Suatu hari seperti biasa aku membaca koran kompas di ruang tamu tempat aku bekerja sebagai wartawan radio. Disitu ada iklan beasiswa tentang FORD FOUNDATION. Iklan itu menarik dan aku beberapa kali telah pernah dikirimi website oleh teman

Pria di Seven Sisters

Pria itu manis. Sangat manis malah. Kadang bingung sendiri kenapa pria semanis dia rela saja tersenyum meski aku mengacuhkannya sedemikian rupa. Kemarin aku melihatnya duduk dua baris di depanku dan ketika dia menoleh seperti mencari seseorang, cepat-cepat aku mengambil buku dan pura-pura membacanya. Sayangnya buku sialan itu terbalik hahahaha..Mati mengenaskan!! Dia tersenyum dan bola matanya berpijar mentertwakan kebodohanku. Sialan! Pria itu memang belakangan kayak bayanganku saja, dia ada dimana-mana. Waktu aku ke Falmer Market di Lewes, dia juga ada disana- tersenyum dengan lebarnya melihatku. Aku terpaksa berhenti karena dia langsung menyediakan sebuah bangku, tapi aku memilih berdiri. Dia bertanya ini itu; semua hal yang pribadi. Aku menjawab berputar-enggan membagi hidupku bersamanya. Aku melihat ditangannya dia memegang dua botol yogurt,"Kamu suka yogurt juga ternyata," "Yah, sama denganmu kan ?" Sebenarnya kaget dia tau aku beli yogurt dan den