Skip to main content

Hari terakhir di kelas Pre Sessional kampus Sussex


Pagi ini aku bangun lebih awal karena menyiapkan bahan-bahan buat perkedel, mie sea food goreng dan babi kecap (Hm, aku jadi teringat mama kalau begini. Dia selalu saja bangun pagi agar ketika aku bangun aku bisa sarapan dulu).

Sejujurnya, hatiku masih belum pulih benar usai menerima nilai yang diberikan guruku Simon Williams. Aku masih merasa dikhianati karena aku hanya mendapatkan nilai 60 %; niai tertingggi kedua di kelas. Tapi siapa yang peduli dengan nilai itu karena tetap saja kenyataannya aku tidak mencapai nilai 65%; nilai yang harus kuraih agar bisa belajar di jurusan jurnalisme.

Oh..sakitnya.....

Aku penuh dengan kemarahan dan aku benar-benar menumpahkannya. Meski dari awal aku janji menanggapinya dengan santai, tapi ternyata aku tidak bisa dan Simon tahu itu. Sejujurnya lagi, aku benci karena aku marah pada Simon karena aku sangat sayang padanya.

Simon adalah orang yang akan menatap matamu dengan matanya yang jenaka.
Simon adalah orang yang akan menunggumu selesai bicara meski bicaramu terpatah-patah karena bahasa Inggris yang tidak sempurna.
Simon adalah orang yang pertama kali akan bergerak cepat mengambilkan pensilmu yang jatuh, membukakan pintu dan menyalakan lampu agar matamu tidak rusak.

Dan bagiku, Simon adalah guru yang bisa kupangil namanya tanpa sebutan pak dan guru yang bisa kujejali dengan nada menggugat tanpa merasa takut dia balik marah atau melecehkanku. Dia menghargai setiap benih pemikiran yang keluar dari otakku yang belum berkembang sempurna.

--------------------------------------

Pagi ini ketika aku menuliskan note, aku menyadari satu hal bahwa aku memang tidak bisa mengubah nilai itu. Namun aku bisa mengubah persepsiku soal nilai itu.

Pertama, nilai itu memang bukan nilai yang kuinginkan, tapi seharusnya aku bangga bisa mencapainya. Bukankah aku datang ke negeri ini dengan nilai IELTS 5 atau setara 30 %. Jadi dengan memproleh nilai 60% atau setara IELTS 6,5 dari guru sepelit Simon (soal nilai dia yang paling pelit), sebenarnya progressku luar biasa. Yah, bagaimanapun bukan salah Simon kalau aku memilih bidang media yang menuntut nilai 65% atau setara IELTS 7.

Kedua, untuk pertama kalinya aku tidak lagi menggunakan Google translate untuk esai 1000 kata dan yang menakjubkannya Simon hanya menemukan beberapa kesalahan dibanding dulu ketika aku menggunakan mesin bodoh itu.

Ketiga, aku tidak lagi sibuk berusaha melakukan terjemahan kilat di otakku setiap kali aku mendengar orang bule bicara atau aku yang berbicara bahasa Inggris. Aku berhasil menjadi anak kecil yang belajar bahasa baru.

Keempat, ternyata semuanya bukan soal nilai. Yang terpenting adalah proses yang aku jalani untuk mendapatkannya.

-------------------------------

Pagi ini nilai final akan keluar. Aku belum tahu apakah aku lulus atau gagal. Namun aku jauh lebih tenang. Aku akan membawa perkedel, mie sea food goreng dan babi kecap di ke kelas dan Simon pasti membawa kopi seperti yang dijanjikannya.

Aku tidak ingin merusak hari terakhirku di kelas. Aku memutuskan untuk menjadikannya kenangan yang manis.

Jikapun aku gagal, setidaknya aku punya memori yang manis yang bisa kukenang di hari terakhirku di kampus Sussex..

Tapi tetap saja, aku berharap keajaiban masih berpihak padaku...Amin

Comments

Popular posts from this blog

kangenku melayang

Aku kangen banget hari ini- dengan kamu – pria yang begitu mempesona. Tapi rinduku ga pernah jelas bagimu. Kamu menejermahkannya dengan candaan tetapi aku mengartikannya sebagai penolakan. Rinduku ga pernah penting untukmu. Sesaat aku menyesal mencintaimu. Tetapi aku terlanjur mencintaimu dan aku ga akan pernah mencabutnya kembali. Aku terlalu mencintaimu. Akh..andai waktu bisa terulang. Andai jarak bisa ditiadakan… Jangan bilang aku kekanakan. Jangan bilang aku tidak mengerti dengan yang kukatakan. Bahasaku sederhana – aku hanya ingin berada disisimu.

Sedikit curhat ama seorang novie..

Kalo kamu...cowo impian kamu kaya gimana nov? Kalo gw...yang pasti dia seorang wanita (hehehe...iyalah)...tunggu belon selesai...dia seorang wanita yang cantik. Terus, dia harus punya suara yang bagus. Dan, gw suka cewe yang bisa maen piano, well ga terlalu jago gpp...yang penting suaranya aja harus bagus. Cewe yang manja, tapi juga bisa ambil keputusan untuk hal-hal yang penting. Yang bisa mengasihi gw apa adanya. Typicall working woman, supaya bisa menghargai sebuah jerih payah dalam mencari uang. Susah kalo punya cewe yang nantinya cuma nongkrong di rumah doang...biasanya sih jadi cewewet and cemburuan banget. Dan...cinta Tuhan. HUaaaaaaaaaaah ada ga ya wanita seperti itu ?????

Cara melupakan Kenangan Pahit

Kenangan pahit tidak perlu dipaksa dilupakan. Biarkan saja dia mengendap dengan sendirinya. Aku yakin waktu bisa membuat kenangan itu terlupakan. Dan inilah yang kualami. Aku perlu waktu yang lama untuk bisa melupakan kenangan itu. Awalnya pengen buru-buru menghapusnya dan menguburnya namun aku memilih proses waktu yang melakukannya. Malam ini aku menguji coba lagi apakah kenangan itu masih terasa pahit dan sakit saat aku melihat wajah itu. Puji Tuhan ternyata tidak. Aku melihatnya sama seperti jika aku melihat wajah orang lain. Memang kenangan itu masih ada tapi tidak lagi menimbulkan rasa nyeri seperti yang kurasakan untuk pertama kali pada 4 tahun silam. Kenangan yang pahit hanya bisa merubah ketika kita secara berani membiarkan hati kita melakukan recovery secara berlahan dan tidak dipaksakan. Artinya memberikan kesempatan kepada diri sendiri untuk menyembuhkan lukanya sendiri. Aku pun melakukannnya dengan sangat berlahan. Pertama memberikan diriku kesempatan untuk menangis. Kedua ...