Skip to main content

Bapak yang terhebat


Tidak semua orang memiliki bapak yang baik bukan? Akupun begitu. Setidaknya itu yang kupikirkan selama puluhan tahun sampai suatu ketika bapak mengalami masa kritis dan kehilangan kemampuannya yang paling sederhana sekalipun, misalnya untuk mengambil air minum.


Sejak bapak hanya bisa terbaring, dan aku harus mengganti pampersnya dua kali sehari atau lebih, itu berarti aku juga harus mengerjakan beberapa tugas lain yang biasanya dilakukan bapak, beberapa tugas yang kuanggap begitu ringan dan sangat tidak masuk akal  kalau hanya tugas itulah yang mampu dia kerjakan. Namun kemudian ternyata tugas itu tidak ringan dan membuatku terengah-engah dalam melakukannya. Bapaklah orang yang selalu saja memperbaiki perabot-perabot yang rusak di rumah, membuat gantungan paku di dapur, ruang tamu, kamar mandi, kamar – dimana saja -  agar semua barang-barang terletak dengan rapi, alih –alih terhampar berserakan di meja ruang tamu atau dapur yang sempit. Bapak juga yang menggunting tanaman hijau berupa pagar yang entah kenapa cepat sekali tumbuh meninggi dan terkadang menjulur-julur ke teras rumah atau ke jalanan membuat pemandangan rumah menjadi seperti kebun liar tak terurus. Lalu bapak dengan bermodal parang dan kayu berbidang lebar dan kadang-kadang gunting dapur (yang juga dipakai untuk menggunting pembungkus mie instan) memotong dahan-dahan hijau yang menjulur itu dan membentuknya menjadi petak yang sempurna dengan tinggi yang sedikit melebihi beton berukir di depan rumah. Bapak juga yang selalu siaga mengganti seng yang rusak dan telah bocor dengan terlebih dahulu naik ke asbes rumah yang entah bagaimana dijadikan loteng tempat menampung seng-seng bekas sisa dari pertukangannya, kayu-kayu kecil yang panjang dan beberapa lembar triplek yang dipersiapkan kalau-kalau diperlukan untuk pembenahan rumah; dari asbes loteng itu dibantu olehku,  dia akan naik tangga memanjat atap rumah dan tak sampai sejam seng baru bekas telah menggantikan seng yang bocor. Dan dalam melakukan semua aktifitas itu, bapakku yang sangat tidak terorganisir, akan meletakkan sembarangan semua alat tukangnya dan setelah pekerjaannya selesai, aku dan mamalah yang senantiasa harus berpusing dan berlelah mengembalikan semua alat pertukangan kembali ke tempatnya.  Rumah yang kotor dan semeraut menjadi tanda yang jelas kalau bapak sedang melakukan aktifitas pertukangannya di dalam rumah kami yang kecil. Bapak juga yang meski telah sering sesak nafasnya, kalau jam 2 siang dua kali sebulan akan pergi ke dokter spesialis langganan mama untuk mengambil obat mama dan setelahnya menuju apotik yang berjarak 10 kilometer dari ruang praktek dokter itu. Kalau sudah begitu, bapak akan tiba di rumah dengan nafas pendek terengah-engah dan setelah tarikan nafasnya normal, dia membagi-bagi obat itu dan mengatakan ini itu kepada mama tentang tata cara meminum obat tersebut dan takarannya. Dan setelah semua yang dilakukannya diatas, bapak lebih banyak menonton teve dan lebih sering teriak minta diambilkan ini dan itu.

Dan ketika bapak sakit, akulah yang kemudian mengerjakan pekerjaanya. Aku memaku dinding agar kelambu biru di kamar terpasang kembali setelah dicuci, Aku yang menaikkkan ke asbes loteng potongan-potongan pipa yang kutemukan berada di kolong kamar dan aku juga yang yang kemudian rutin mengambil obat mama. Sementara aku berjumplitan melakukan pekerjaan yang biasanya kulakukan, aku secara otomatis tidak memiliki waktu untuk menggunting tumbuhan pagar hijau di depan rumah sehingga kini aku terpaksa puas hanya dengan menyapu helaian daun-daunnya yang rontok melayu. Kalaupun tumbuhan itu bertumbuh sangat begitu cepatnya sehingga cabangnya menjulur hebat menghalangi orang yang mau masuk ke dalam rumah, aku hanya mampu mematahkan cabangnya dengan tanganku.  Di musim pengujan seperti ini aku harus bersiap-siap bergegas untuk menaruh dua ember kecil tepat di depan tungku gas karena atap di bagian itu telah bocor dan tidak ada bapak untuk memperbaikinya. Saat-saat seperti inilah yang kemudian menyadarkanku kalau bapak telah melakukan bagiannya yang terbaik; yang ternyata tidak sederhana dan tidak semalas yang kusangkakan.

Dan ketika aku bangun di Minggu pagi ini, aku mengambil waktu bertelut dan mengucapkan syukurku karena aku masih disayang dan diberikan kesempatan kedua untuk melihat bapak dari perspektif berbeda. Kelemahan bapak justru  menjadi kesempatan bagiku untuk melihat kekuatannya dan sungguh, aku menjadi sangat berterima kasih untuk setiap paku yang ada di dinding, untuk setiap seng baru bekas yang mengganti seng yang bocor dan untuk banyak hal yang kusangka tak ada artinya yang ternyata sangat berarti. Sungguh, Tuhan begitu baik bagiku karena aku masih memiliki kekayaan untuk melihat betapa bapakku adalah harta yang kuabaikan namun kini kutemukan kembali. Dan aku mau katakan, betapa sayangnya aku padanya.

Dan jika Tuhan masih berkenan memberikan aku waktu yang lebih panjang lagi untuk bersama-sama bapak, aku akan sangat senang hati mendengar bapak menguap lebar-lebar dan meneriakkan ini itu sembari dia menonton karena itu berarti masih ada bapak yang sehat untuk melakukan begitu banyak hal yang ternyata tak mampu kulakukan  sebaik dia melakukannya.

Jadi saudara-saudaraku, seperti apapun bapak yang kau miliki saat ini, percayalah padaku kalau laki-laki yang kau panggil bapak itu adalah bapak yang bisa melakukan beberapa hal yang tak mampu kau lakukan sendiri dan dia yang terbaik.

Comments

great post!

mungkin Tulus harus bikin lagu judulnya Bapak, setelah lagunya Gajah.

Vita Sianipar said…
Baru tahu juga ada lagu dewasa judulnya gajah hehehe

Popular posts from this blog

6 bulan di LBI UI

Tadi usai nulis blog aku terkapar lagi. Demamnya kembali hikss..Sedih juga sih sakit di negeri yang jauh. Oh ya aku ingin cerita juga kelanjutan setelah kelulusanku itu. Setelah lulus aku berangkat ke Jakarta untuk mengikuti pembekalan bahasa Inggris selama 6 bulan. Di LBI UI bersama 49 peserta lainnya kami kembali ke layaknya anak sekolah masuk jam 9 dan pulang jam 3 sore. Memang sangat melelahkan tapi juga juga menyenangkan. Disana pula aku bertemu dengan beberapa orang yang istimewa yakni Mijon dan Budi yang kemudian menjadi mentor grammar, Indah yang selalu ada untuk memeriksa academic writingku dan mencari data baru tentang kampus yang kutuju, serta Dolphin- seorang sahabat yang membuatku selalu bersyukur dengan apa yang kumiliki. Aku memang dekat dengan hampir seluruhnya tapi mereka yang kusebutkan tadi punya andil besar hingga aku sampai sekolah ke Inggris ini. Mereka membuktikan dirinya selalu ada saat aku memerlukan mereka. Aku masih saja bepikir mereka dipilih karna Tuhan ta

Semua dimulai dengan mimpi

Mimpi menjadi hal yang penting dalam hidupku. Peristiwa-peristiwa penting dalam hidupku semuanya dimulai dengan mimpi. Sebagai anak Ayah (red: Tuhan Yesus Kristus), aku percaya tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Semuanya telah ditetapkan sejak dunia belum dijadikan (Ini yang kitab perjanjian lama katakan lho). Sejak aku mengalami masa traumatis karena ditinggalkan tunanganku tahun 2007, aku mengalami masa yang sukar. Aku jatuh bangun untuk kembali tegak dan menjadi Novita sebelum kejadian itu. Dan itu tidak mudah. Perlu waktu bertahun-tahun bahkan hingga sekarang untuk terus disadarkan betapa kejadian itu hanyalah bagian yang seharusnya membuatku tersenyum karena justru dalam keadaan sukar itu aku bisa melihat kemurahan dan kesetianNya mengalir. Suatu hari seperti biasa aku membaca koran kompas di ruang tamu tempat aku bekerja sebagai wartawan radio. Disitu ada iklan beasiswa tentang FORD FOUNDATION. Iklan itu menarik dan aku beberapa kali telah pernah dikirimi website oleh teman

Pria di Seven Sisters

Pria itu manis. Sangat manis malah. Kadang bingung sendiri kenapa pria semanis dia rela saja tersenyum meski aku mengacuhkannya sedemikian rupa. Kemarin aku melihatnya duduk dua baris di depanku dan ketika dia menoleh seperti mencari seseorang, cepat-cepat aku mengambil buku dan pura-pura membacanya. Sayangnya buku sialan itu terbalik hahahaha..Mati mengenaskan!! Dia tersenyum dan bola matanya berpijar mentertwakan kebodohanku. Sialan! Pria itu memang belakangan kayak bayanganku saja, dia ada dimana-mana. Waktu aku ke Falmer Market di Lewes, dia juga ada disana- tersenyum dengan lebarnya melihatku. Aku terpaksa berhenti karena dia langsung menyediakan sebuah bangku, tapi aku memilih berdiri. Dia bertanya ini itu; semua hal yang pribadi. Aku menjawab berputar-enggan membagi hidupku bersamanya. Aku melihat ditangannya dia memegang dua botol yogurt,"Kamu suka yogurt juga ternyata," "Yah, sama denganmu kan ?" Sebenarnya kaget dia tau aku beli yogurt dan den