Skip to main content

cerita desi

Setahun tapi sudah banyak hal terjadi. Ikut suami pulang ke kampung halaman, mengandung, dtinggal suami karena perempuan lain, melahirkan anak laki-laki, diusir dari kampung dan terpaksa meninggalkan bayi merahnya disana, dan besok harus sudah pulang kembali ke Jakarta; mengadu nasib demi dua orang anak yang tinggal terbagi di rumah orang tua dan mertua.

Begitulah nasib tetanggaku. Namanya kita sebut saja Desi.

Usianya jauh dibawahku tapi pengalaman hidupnya justru melebihi usianya. Kasihan anak itu. Dia masih bisa tertawa. "Hidup harus dibawa tertawa kak, kan sudah susah kenapa harus dipersulit, "gitu katanya.

"Jadi pulangnya naik kapal laut?
"Jadi kak, uangnya nggak cukup"
Aku menatapnya sedih, "Aku tambahin deh. Jangan naik kapal, pesawat saja yah? Aku pesanin oke?"
Dia terbelalak tak percaya."Nggak usah kak. Aku selalu saja merepotkan kakak,"
"Enggaklah. Nggak pa-pa kok. Aku nggak repot kalo untukmu. Kau masih kuanggap Desi yang dulu, teman main"
Dia menggeleng,"Aku masih perlu bantuan kakak. Nggak usah yang itu."

Aku termangu. Aku tahu maksud Desi. Entah aku bisa atau tidak. Anak Desi yang paling besar; kita sebut saja Alni yang berusia 4 tahun bakal ditinggalnya di rumah orang tuanya yang persis berada didepan rumahku. Alni suka main ke rumah dan manjanya minta ampun,"Tante, kayak mamaku. Aku sayang sama tante lho..."celotehnya suatu sore.

Aku tahu Desi akan memintaku merawat anak itu.

Hingga malam ini Desi belum bilang apapun. Besok dia pulang.

Aku ingin sekali melihat Desi bahagia. Aku rindu sekali melihat mata Desi benar-benar tertawa dan bukan hanya di wajah. Duh, semuda itu Desi telah menanggung begitu banyak penderitaan. Sementara aku masih bersenang-senang, dan tidak punya tanggung jawab kecuali pekerjaan dan orang tua. Desi harus mengadu nasib di Jakarta; bakal kerja jadi buruh pabrik, ambil overtime demi bisa mengumpulkan uang untuk dikirim ke anak-anaknya sementara aku bekerja di bidang yang kunikmati dengan gaji diatas UMR dan masih mikirin untuk beli laptop terbaru.

Dan semua ini hanya karena pilihan. Aku tidak percaya takdir. Hidupku dan Desi berbeda hanya karena pilihan yang berbeda. Bukan sesuatu yang telah digariskan sebelumnya.

Aku hanya berdoa tidak membuat pilihan yang salah. Jikapun itu terjadi, aku berdoa agar DIA si empunya kehidupanku menuntun ke arah pilihan yang benar.

Comments

Popular posts from this blog

6 bulan di LBI UI

Tadi usai nulis blog aku terkapar lagi. Demamnya kembali hikss..Sedih juga sih sakit di negeri yang jauh. Oh ya aku ingin cerita juga kelanjutan setelah kelulusanku itu. Setelah lulus aku berangkat ke Jakarta untuk mengikuti pembekalan bahasa Inggris selama 6 bulan. Di LBI UI bersama 49 peserta lainnya kami kembali ke layaknya anak sekolah masuk jam 9 dan pulang jam 3 sore. Memang sangat melelahkan tapi juga juga menyenangkan. Disana pula aku bertemu dengan beberapa orang yang istimewa yakni Mijon dan Budi yang kemudian menjadi mentor grammar, Indah yang selalu ada untuk memeriksa academic writingku dan mencari data baru tentang kampus yang kutuju, serta Dolphin- seorang sahabat yang membuatku selalu bersyukur dengan apa yang kumiliki. Aku memang dekat dengan hampir seluruhnya tapi mereka yang kusebutkan tadi punya andil besar hingga aku sampai sekolah ke Inggris ini. Mereka membuktikan dirinya selalu ada saat aku memerlukan mereka. Aku masih saja bepikir mereka dipilih karna Tuhan ta

Semua dimulai dengan mimpi

Mimpi menjadi hal yang penting dalam hidupku. Peristiwa-peristiwa penting dalam hidupku semuanya dimulai dengan mimpi. Sebagai anak Ayah (red: Tuhan Yesus Kristus), aku percaya tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Semuanya telah ditetapkan sejak dunia belum dijadikan (Ini yang kitab perjanjian lama katakan lho). Sejak aku mengalami masa traumatis karena ditinggalkan tunanganku tahun 2007, aku mengalami masa yang sukar. Aku jatuh bangun untuk kembali tegak dan menjadi Novita sebelum kejadian itu. Dan itu tidak mudah. Perlu waktu bertahun-tahun bahkan hingga sekarang untuk terus disadarkan betapa kejadian itu hanyalah bagian yang seharusnya membuatku tersenyum karena justru dalam keadaan sukar itu aku bisa melihat kemurahan dan kesetianNya mengalir. Suatu hari seperti biasa aku membaca koran kompas di ruang tamu tempat aku bekerja sebagai wartawan radio. Disitu ada iklan beasiswa tentang FORD FOUNDATION. Iklan itu menarik dan aku beberapa kali telah pernah dikirimi website oleh teman

Pria di Seven Sisters

Pria itu manis. Sangat manis malah. Kadang bingung sendiri kenapa pria semanis dia rela saja tersenyum meski aku mengacuhkannya sedemikian rupa. Kemarin aku melihatnya duduk dua baris di depanku dan ketika dia menoleh seperti mencari seseorang, cepat-cepat aku mengambil buku dan pura-pura membacanya. Sayangnya buku sialan itu terbalik hahahaha..Mati mengenaskan!! Dia tersenyum dan bola matanya berpijar mentertwakan kebodohanku. Sialan! Pria itu memang belakangan kayak bayanganku saja, dia ada dimana-mana. Waktu aku ke Falmer Market di Lewes, dia juga ada disana- tersenyum dengan lebarnya melihatku. Aku terpaksa berhenti karena dia langsung menyediakan sebuah bangku, tapi aku memilih berdiri. Dia bertanya ini itu; semua hal yang pribadi. Aku menjawab berputar-enggan membagi hidupku bersamanya. Aku melihat ditangannya dia memegang dua botol yogurt,"Kamu suka yogurt juga ternyata," "Yah, sama denganmu kan ?" Sebenarnya kaget dia tau aku beli yogurt dan den