Skip to main content

Tuhan memegang janjiNya

Jika kamu kuatir berdoalah...
Itu yang selalu kak Deti katakan padaku; termasuk pagi ini. Pagi ini aku kuatir sekali dengan kesehatan mama karena memang dia opname di rumah sakit Sari Mutiara sejak seminggu lalu dan belum juga pulang. Biasanya jika mama opname tidak pernah lebih dari seminggu, jadi terasa wajar jika aku mengkuatirkannya. Apalagi dengan aku jauh darinya.

Aku memang berdoa ketika kuatir itu menyerang. Aku bahkan mulai berbahasa roh dan membaca firman Tuhan, tapi sepertinya tidak banyak membantu. Aku sangat kuatir karena dari sejak awal aku memilih ikut seleksi beasiswa FORD FOUNDATION dan bakal studi ke luar negeri- inilah ketakutanku sebenarnya - bahwa orang tuaku sakit parah atau bahkan meninggal dunia justru ketika aku jauh dari mereka.

Namun aku ingat sekarang, hari-hari dimana aku menangis bertelut dan muntah-muntah di kamar karena begitu kuatir hal itu akan terjadi. Waktu itu, beberapa hari setelah aku diumumkan lolos seleksi akhir (keseluruhan peserta > 9300 orang dari seluruh Indonesia), aku tiba pada titik kuatir meninggalkan orang tuaku. Orang tuaku sudah tua, terkadang sakit dan kami nggak terlalu kaya untuk bisa saling mengunjungi bila sesuatu hal terjadi. Hari itu, aku ingat betul (setelah habis muntah berhari-hari), aku akhirnya merangkak dan bertelut berdoa.Aku mengerang meminta Tuhan mengendalikan situasi buruk yang mungkin terjadi ketika aku jauh dari orang tuaku. Aku ingat aku mengerang dan merengek terus menerus membujuk hatinya Tuhan untuk membuat perjalananku berhasil dan aku akan kembali usai studi dan melihat orang tuaku sehat dan bahagia.

Dan hari itu (aku tidak ingat berapa lama aku berdoa sambil menangis), aku bangun dalam keadaan menyedihkan. Rambut dan wajahku menyatu dengan airmata dan ingus haha dan aku terbangun masih dalam posisi tertelungkup di lantai kamarku.

Namun hari itu juga, usai aku bangun, aku merasa begitu lega karena aku tahu Tuhan akan menjagai orang tuaku.

Sayangnya, pagi ini aku nyaris melupakan janji itu dengan rasa kuatir yang tiba-tiba menyergap seperti pencuri.

Setelah mendapat kabar kesehatan mama makin membaik meski masih harus opname, aku kini tenang.

Ternyata aku manusia biasa yang masih saja perlu orang lain untuk menyadarkanku, "Tuhan tidak akan pernah lalai, meski orang menyangkanya begitu,"

Ayah, maafkan aku. Pagi ini aku belajar kalau kuatir tidak menambahi apapun dalam hidupku kecuali rasa kuatir itu sendiri dan dia telah merebut sukacitaku pagi ini.

Comments

Popular posts from this blog

kangenku melayang

Aku kangen banget hari ini- dengan kamu – pria yang begitu mempesona. Tapi rinduku ga pernah jelas bagimu. Kamu menejermahkannya dengan candaan tetapi aku mengartikannya sebagai penolakan. Rinduku ga pernah penting untukmu. Sesaat aku menyesal mencintaimu. Tetapi aku terlanjur mencintaimu dan aku ga akan pernah mencabutnya kembali. Aku terlalu mencintaimu. Akh..andai waktu bisa terulang. Andai jarak bisa ditiadakan… Jangan bilang aku kekanakan. Jangan bilang aku tidak mengerti dengan yang kukatakan. Bahasaku sederhana – aku hanya ingin berada disisimu.

liputan ke aceh

aceh... akhirnya aku menjejak kaki juga ke serambi mekah itu. dan hatiku menangis. dalam. rick paddcok-rekanku-jurnalis kawakan dari LA Times memegang tanganku. "it's ok rick, " aku menepis tangannya. kaki terus melangkah.pelan. tiap langkah hanya tangisan yang dalam. aku menghela napas. berat. sementara pastorku-Sukendra Saragih menangis pilu. raut wajahnya -God! aku tau betapa tersiksanya dia melihat ini semua. 9 tahun ia bolak-balik aceh. ratusan ribu kali. hanya untuk satu visi agar ada hidup baru yang mengalir di aceh. tapi hari ini.. gelombang tsunami meluluhlantakkan negeri ini dan menyeret ratusan ribu jiwa ke neraka. aku menarik napas lagi. kali ini lebih dalam. tapi yang terjadi aku malah muntah. Rick memegang pundakku,"are you ok vie" aku meraih lengannya. aku hanya bisa mengangguk pasrah. dan aku pun memulai liputanku. aku disana seminggu. ada banyak hal yang ingin kuceritakan. tentang kehilangan. tentang rasa sepi.tentang keputusasaan. tentang ...

arti cincin di jari manis

Hari ini seorang teman dari Jepang bertanya padaku apakah aku telah menikah. Aku balik bertanya kenapa dia berpikir demikian dan jawabannya karena aku memakai cincin di jari manis kiri. Aha! Pertanyaan ini pernah juga terlontar di hari terakhir aku di Jerusalem saat menghadiri konvokasi doa internasional. Seorang volunteer dari negara South Afrika menanyakan hal yang sama. Dan wanita ini menanyakan hal itu karena ternyata seorang pria bertanya kepadanya apakah aku telah menikah. Waktu itu aku belum bisa menangkap hubungan antara memakai cincin yang telah puluhan tahun menghiasi jariku dengan apakah aku telah menikah atau belum. Wanita itu bilang hampir di seluruh negara terutama negara barat, orang yang memakai cincin di jari manis kiri adalah orang yang telah menikah. Waktu itu pula wanita itu memandang kasihan padaku. Oh Tuhan benci sekali aku pandangan itu . Dari pandangannya aku mengartikan kalau aku telah melewati kesempatan untuk bertemu dengan para pria yang luar biasa di acar...