Sore ini aku main ke blogmu. Kau masih saja seperti dulu. Masih saja bisa membuat tersenyum, mengernyit dan menggelengkan kepala dengan segala cerita didalamnya. Aku senang kau bahagia. Aku senang hidupmu sepertinya lengkap. Kau masih saja menyebutnya bidadari dan meski itu membuat iri, tetap saja aku suka kau masih menyebutnya begitu. Aku tahu betapa kau sangat mencintainya.
Persahabatan kita memang aneh. Kalau ada tali dan ditarik lurus mungkin tidak akan pernah bisa benar-benar lurus dan mulus. Tali itu berkali-kali putus meski tentu saja entahkah kau ataukah aku yang kemudian menyambungnya lagi. Begitu terus. Aku masih ingat ketika aku menjumpaimu di bogor beberapa tahun silam. Kau menjemputku dengan mobil papamu dan mengajakku beli gorengan sambil hujan-hujanan. Namun kita bahagia. Lantas kita mutar-mutar mencari tempat lokasi bakso yang enak zaman kau masih SMA dulu (aku baru kepikirin sekarang, mengapa harus cari lokasi bakso yang tak jelas lagi dimana keberadaannya padahal di sepanjang perjalanan banyak warung bakso yang bertebar haha). Kau memutar lagi mobilmu mencari lebih teliti dan kita tetap saja tertawa bahagia melakukannya dengan tahu goreng di tangan dan sebelah tanganmu memegang kemudi.
Cerita kita pun punya banyak warna dan warna itu kadang membuat entahkah kau ataukah aku yang menangis. Aku minta maaf karena pernah membuatmu menangis.
Hal yang kuingat, aku marah tak terima ketika kau memutuskan kekasihmu karena suatu alasan yang menurutku tidak mendasar. Kita berdebat lama di telpon. Tak ada yang mengalah. Waktu itu aku merasa kau sangat tidak adil pada perempuanmu dan aku benci sahabatku melakukan kepicikan itu. Kau beralasan mulai dari yang ilmiah hingga alkitabiah dan kau menggunakan segala teori dasar untuk membenarkan tindakan "kau memang tidak lagi mencintai pacar lamamu itu,"
Aku tidak ingat berapa lama kita tidak saling bertegur sapa karena itu. Aku juga tidak ingat lagi kenapa kemudian tali itu tersambung. Yang aku ingat akhirnya kau bertemu bidadari dan kau menikahinya.
Aku begitu gugup ketika kau katakan akan memperkenalkan aku dengan bidadari. Aku tidak ingin muncul sebagai si itik buruk rupa dihadapannya. Kau sangat memujanya dan aku tak ingin terlalu "kalah" bila berhadapan didepannya. Aku beranikan juga diriku bertemu dengannya dan ternyata aku pun dengan mudahnya jatuh cinta dengan bidadarimu.
Aku juga ingat hari dimana aku melihatmu menikahi si bidadari. Aih, aku suka melihat kau menemukan cintamu dan membawanya dalam pernikahan. Aku membawa kadoku waktu itu. Entah kau tau atau tidak, aku dengan sangat teliti membeli sebuah kado spesial buatmu dan bidadari. Aku membeli yang terbaik karena kau pantas mendapatkannya. Aku ingin memberikan kado itu langsung ke tanganmu sekalian memamerkan gaun yang spesial aku beli untuk pestamu. Namun terlalu banyak orang, ritual adat jadi aku memutuskan memberikan kado itu pada penerima tamu dan kemudian pulang.
Hari ini- entah sudah berapa ribuan hari yang terlewati- bidadari telah memberikanmu seorang bidadari kecil dan pangeran kecil juga.
Aku senang mengetahui kalau kamu bahagia.
Persahabatan kita memang aneh. Kalau ada tali dan ditarik lurus mungkin tidak akan pernah bisa benar-benar lurus dan mulus. Tali itu berkali-kali putus meski tentu saja entahkah kau ataukah aku yang kemudian menyambungnya lagi. Begitu terus. Aku masih ingat ketika aku menjumpaimu di bogor beberapa tahun silam. Kau menjemputku dengan mobil papamu dan mengajakku beli gorengan sambil hujan-hujanan. Namun kita bahagia. Lantas kita mutar-mutar mencari tempat lokasi bakso yang enak zaman kau masih SMA dulu (aku baru kepikirin sekarang, mengapa harus cari lokasi bakso yang tak jelas lagi dimana keberadaannya padahal di sepanjang perjalanan banyak warung bakso yang bertebar haha). Kau memutar lagi mobilmu mencari lebih teliti dan kita tetap saja tertawa bahagia melakukannya dengan tahu goreng di tangan dan sebelah tanganmu memegang kemudi.
Cerita kita pun punya banyak warna dan warna itu kadang membuat entahkah kau ataukah aku yang menangis. Aku minta maaf karena pernah membuatmu menangis.
Hal yang kuingat, aku marah tak terima ketika kau memutuskan kekasihmu karena suatu alasan yang menurutku tidak mendasar. Kita berdebat lama di telpon. Tak ada yang mengalah. Waktu itu aku merasa kau sangat tidak adil pada perempuanmu dan aku benci sahabatku melakukan kepicikan itu. Kau beralasan mulai dari yang ilmiah hingga alkitabiah dan kau menggunakan segala teori dasar untuk membenarkan tindakan "kau memang tidak lagi mencintai pacar lamamu itu,"
Aku tidak ingat berapa lama kita tidak saling bertegur sapa karena itu. Aku juga tidak ingat lagi kenapa kemudian tali itu tersambung. Yang aku ingat akhirnya kau bertemu bidadari dan kau menikahinya.
Aku begitu gugup ketika kau katakan akan memperkenalkan aku dengan bidadari. Aku tidak ingin muncul sebagai si itik buruk rupa dihadapannya. Kau sangat memujanya dan aku tak ingin terlalu "kalah" bila berhadapan didepannya. Aku beranikan juga diriku bertemu dengannya dan ternyata aku pun dengan mudahnya jatuh cinta dengan bidadarimu.
Aku juga ingat hari dimana aku melihatmu menikahi si bidadari. Aih, aku suka melihat kau menemukan cintamu dan membawanya dalam pernikahan. Aku membawa kadoku waktu itu. Entah kau tau atau tidak, aku dengan sangat teliti membeli sebuah kado spesial buatmu dan bidadari. Aku membeli yang terbaik karena kau pantas mendapatkannya. Aku ingin memberikan kado itu langsung ke tanganmu sekalian memamerkan gaun yang spesial aku beli untuk pestamu. Namun terlalu banyak orang, ritual adat jadi aku memutuskan memberikan kado itu pada penerima tamu dan kemudian pulang.
Hari ini- entah sudah berapa ribuan hari yang terlewati- bidadari telah memberikanmu seorang bidadari kecil dan pangeran kecil juga.
Aku senang mengetahui kalau kamu bahagia.
Comments