Skip to main content

Persembahan persepuluhan part 3

Aku melakukannya. Yah aku melakukanya Minggu lalu. Untuk pertama kalinya aku memberikan perpuluhanku ke gereja St. Michael di Lewes, East Sussex England. Nilainya sepersepuluh dari total grant yang kuterima dari FORD atau hampir setara dengan sebulan gajiku di radio Trijaya (hahaha..)Namun perjalanan aku memberikannya tidaklah berjalan dengan mulus.

Ketika aku menyadari bahwa disini di Inggris ini pun aku tetap punya kewajiban untuk memberikan persembahan persepuluhan, aku begitu sangat berkeberatan. Awalnya alasanku adalah aku bukan jemat gereja manapun di Inggris ini. Memang aku beribadah secara teratur di gereja St. Michael tapi aku bukan jemaat disana. Selain itu aku sama sekali tidak mengerti tata ibadahnya, tidak mengerti firman yang disampaikan, merasa sangat begitu asing disana karena mereka tidak peduli apakah ada jemaat baru atau tidak. Intinya aku tidak merasa bagian dari gereja itu.

Minggu pertama, kedua, ketiga, keempat dan begitu banyak minggu yang kulewati dengan perasaan bahwa aku benar dengan sikapku sampai suatu pagi suatu kesadaran lain muncul.

Aku ternyata kembali ke pola lama. Aku mengasihi Tuhan jika itu tidak menyangkut uang. Namun aku mematikan hati nuraniku. Aku katakan lagi alasan-alasan kenapa aku tidak perlu membayar perpuluhan ditambah alasan yang tampak lebih masuk akal dan rohani bahwa aku akan memberikan perpuluhan jika aku telah menemukan gereja yang tepat.

Aih, gilanya roh cinta uang ini mengikatku.

Setiap hari Roh Kudus mengingatkan aku akan perkara ini; tetap saja aku bersikeras. Perlu waktu yang lama untuk menimbang nimbang memberikan uang itu sampai kemudian aku tiba pada titik kesimpulan, jika aku tidak memberikan perpuluhan sekarang, aku tidak akan pernah menang dalam perkara yang manapun.

Aku menangis begitu dalam suatu pagi ketika aku menyadari betapa roh cinta uang telah mengikatku begitu rupa. Kemudian semakin menangis menyadari bahwa aku lebih memilih kertas daripada Tuhanku.

Aku buka dompetku dan aku katakan keras-keras,"Vita! Ini hanya kertas. Ini sama dengan kertas manapun yang bisa datang dan pergi, "

Lantas aku teringat Firman Tuhan, "Apakah Engkau mau menyamakanku dengan mamon (uang) ? "

Aku berputar putar di kamar, menangis sampai ingusan karena aku merasa gagal dalam kelas ini. Aku sangat menyesal dengan sikap hatiku. Semua alasan yang kubuat memang alasan yang masuk akal namun pertanyaannya adalah apakah itu benar:

Pertama, bicara soal perpuluhan bukan bicara soal pilihan. Perpuluhan adalah kewajiban. Tidak memberikannya berarti telah memakan roti curian.

Kedua, bicara soal perpuluhan bukan bicara soal sanggup memberi atau tidak. Ini berbicara tentang kesadaran dan rasa hormat akan Tuhan sehingga apapun yang kita peroleh kita tahu asalnya dari Tuhan

Ketiga, bicara soal perpuluhan bukan bicara soal apakah aku berada di gereja yang tepat yang membuatku bertumbuh. Sekalipun tempat aku beribadah sekarang tidak seperti yang kuharapkan tapi sebagai orang yang senantiasa pergi kesana untuk beribadah dan bersama jemaat lain melakukan perjamuan kudus, aku harus memberikan perpuluhanku disana.

Lagipula, siapakah aku sehingga aku punya hak untuk menilai gerejaNya Tuhan. Aku tahu bahwa hatiku telah tertipu.

Selain itu aku mendapatkan uang grant itu kemudian bisa bersekolah di luar negeri dan menikmati hidup diluar aktifitas harianku sebagai wartawan selama hampir 8 tahun adalah benar-benar pemberian Tuhan. Jadi masakan aku kemudian berhitung untuk memberi eh salah mengembalikan apa yang menjadi haknya Tuhan ? Aku takut Tuhan juga akan membuat perhitungan denganku.

Aku juga berpikir, dulu aku bisa memberi memakai rupiah yang juga dalam bentuk kertas nah kenapa kertas yang satu ini (pound) aku tidak bisa memberikannya.

Aku juga berpikir ingin mendapatkan kertas-kertas negara lain, jadi hatiku nggak boleh terikat pada kertas bernama pound ini hehehe..

Jadi begitulah..aku pun membawa persepuluhanku yang kuikat dengan karet gelang warna hijau. Waktu aku memberikannya, petugas gerejanya menatapku tidak percaya.

Ada tiga hal yang kuartikan dari tatapannya.

Pertama, aku sangat tidak punya tampang memiliki uang yang banyak
Kedua, aku pasti dikira dapat lotre makanya sanggup memberi
Ketiga, kemungkinan dia beranggapan aku sekarat dan tinggal uang itulah harta kekayaanku yang tersisa hahaha

Sebaliknya, aKu memilih untuk tidak peduli..Aku meninggalkan gereja dengan langkah ringan dan hati yang penuh ucapan syukur karena sekali lagi aku memenangkan pertarunganku di kelas "mengasihi Tuhan dengan hartaku,"

Comments

Popular posts from this blog

kangenku melayang

Aku kangen banget hari ini- dengan kamu – pria yang begitu mempesona. Tapi rinduku ga pernah jelas bagimu. Kamu menejermahkannya dengan candaan tetapi aku mengartikannya sebagai penolakan. Rinduku ga pernah penting untukmu. Sesaat aku menyesal mencintaimu. Tetapi aku terlanjur mencintaimu dan aku ga akan pernah mencabutnya kembali. Aku terlalu mencintaimu. Akh..andai waktu bisa terulang. Andai jarak bisa ditiadakan… Jangan bilang aku kekanakan. Jangan bilang aku tidak mengerti dengan yang kukatakan. Bahasaku sederhana – aku hanya ingin berada disisimu.

liputan ke aceh

aceh... akhirnya aku menjejak kaki juga ke serambi mekah itu. dan hatiku menangis. dalam. rick paddcok-rekanku-jurnalis kawakan dari LA Times memegang tanganku. "it's ok rick, " aku menepis tangannya. kaki terus melangkah.pelan. tiap langkah hanya tangisan yang dalam. aku menghela napas. berat. sementara pastorku-Sukendra Saragih menangis pilu. raut wajahnya -God! aku tau betapa tersiksanya dia melihat ini semua. 9 tahun ia bolak-balik aceh. ratusan ribu kali. hanya untuk satu visi agar ada hidup baru yang mengalir di aceh. tapi hari ini.. gelombang tsunami meluluhlantakkan negeri ini dan menyeret ratusan ribu jiwa ke neraka. aku menarik napas lagi. kali ini lebih dalam. tapi yang terjadi aku malah muntah. Rick memegang pundakku,"are you ok vie" aku meraih lengannya. aku hanya bisa mengangguk pasrah. dan aku pun memulai liputanku. aku disana seminggu. ada banyak hal yang ingin kuceritakan. tentang kehilangan. tentang rasa sepi.tentang keputusasaan. tentang ...

arti cincin di jari manis

Hari ini seorang teman dari Jepang bertanya padaku apakah aku telah menikah. Aku balik bertanya kenapa dia berpikir demikian dan jawabannya karena aku memakai cincin di jari manis kiri. Aha! Pertanyaan ini pernah juga terlontar di hari terakhir aku di Jerusalem saat menghadiri konvokasi doa internasional. Seorang volunteer dari negara South Afrika menanyakan hal yang sama. Dan wanita ini menanyakan hal itu karena ternyata seorang pria bertanya kepadanya apakah aku telah menikah. Waktu itu aku belum bisa menangkap hubungan antara memakai cincin yang telah puluhan tahun menghiasi jariku dengan apakah aku telah menikah atau belum. Wanita itu bilang hampir di seluruh negara terutama negara barat, orang yang memakai cincin di jari manis kiri adalah orang yang telah menikah. Waktu itu pula wanita itu memandang kasihan padaku. Oh Tuhan benci sekali aku pandangan itu . Dari pandangannya aku mengartikan kalau aku telah melewati kesempatan untuk bertemu dengan para pria yang luar biasa di acar...