Skip to main content

Ini kisahku

Aku punya banyak momen dalam hidup ini. Momen-momen yang membuatku tertawa lepas hingga yang momen yang membuatku menangis berdarah. Namun momen yang kualami kemarin malam adalah momen yang tak kukenali.

Awalnya aku tidak ingin menceritakannya. Tidak pernah. Bukan karena aku tak ingin terbuka, bukan pula karena menganggap dia tak ada. Aku hanya tak ingin dia pergi setelah melihat sisiku yang lain. Sisi yang tercabik-cabik, penuh luka, bernanah dan terperban oleh rasa perih bernama belajar memahami dan memaafkan.

Tapi kemarin malam aku menceritakannya. Aku memulai dengan kalimat-kalimat yang melesat tak berguna. Menembus tembok-tembok yang dingin dan kembali ke jiwaku yang sakit. Aku memang kemudian mengatakannya, tapi tak berani menatapnya. Seperti linglung aku terus saja bicara soal masa kecilku, remajaku dan diriku yang sekarang ini. Dan sekali lagi aku tak berani menatapnya.

"Emang sakit apa yang dulu ?" tanyanya.

Pikiranku tercampak di ruangan itu. Ruangan yang mendudukkan aku sebagai terdakwa. Belasan pasang mata dokter muda itu menatap penuh selidik. Ingin aku berlari pulang dan menguburkan diriku hidup-hidup kedalam lobang sumur yang masih ada di dapur rumah, tapi aku berdiri tegak menjawab semua pertanyaan brengsek itu dengan gagah. Tentu saja aku tak mengizinkan mereka menang atas perkara ini. Tidak!!


"Jadi, ibu ini sakit karena anak perempuannya itu," begitu kesimpulan ketua rombongan para dokter muda itu.

Benarkah ?

--------------------------------------------------------------------------------

Aku tidak tahu apakah ceritaku kemudian membuatnya berpikir untuk tetap bersamaku atau malah meninggalkanku. JIwaku kosong saat ini. Jujur, aku tidak terlalu berharap banyak agar dia bertahan karena seandainya bisa memilih, aku tidak sudi menjalani kisah hidup seperti ini. Aku paham seandainya dia memilih pergi meski untuk itu aku harus membayarnya dengan tangisan.


Comments

Popular posts from this blog

Masih cemas

Aku berusaha untuk konsentrasi menyelesaikan essay tapi pikiran selalu saja berlari ingin pulang dan memeluk mama. Seperti apapun yang kuupayakan, tetap saja aku nggak bisa menghalau rasa cemas ini. Aku takut...........

Kepada rekan sevisi (cont: ayo donasi ke Israel)

Medan, 08 September 2008 Kepada : Teman sevisi Salam kegerakan, Nama saya Novita Sianipar. Panggil saya Vita. Saat ini saya mendapat undangan untuk mengikuti konferensi internasional (All Nations Convocation Jerusalem/ ANCJ) di Israel mulai tanggal 21 September hingga 13 Oktober 2008. Saya memperoleh undangan ini dari rekan saya Miss X (maaf nama dirahasiakan), yang juga volunteer di JHOPFAN (Jerusalem House of Prayer for All Nations) di Israel. Dia merupakan staff disana pada konferensi sebelumnya. Beliau merekomendasikan nama saya sebagai salah satu volunteer untuk kawasan Asia. Saya merupakan satu-satunya volunteer asal Indonesia yang bakal bertugas di konferensi itu. Tugas saya dalam acara tersebut adalah menyambut para delegasi dari seluruh dunia khususnya dari Asia dan memfasilitasi kebutuhan mereka dalam acara tersebut. Selain itu saya mendapat tambahan tugas dibagian publikasi dan media. Adalah penting jika Indonesia mengirimkan volunteer perwakilannya di ANCJ di Israel. Saat i

apa yang hendak kukatakan padamu kawan

Lama aku termenung setelah menerima sms itu. aneh! aku hanya bisa bilang kata egois! Padahal dibenakku yang sederhana jutaan kata berkelebat ingin terlontar. aku belajar mengartikan semuanya dengan menatap lurus ke depan. Apa yang hendak kukatakan kepadamu kawan... Aku nggak perlu berteriak untuk menyatakan apa yang kurasakan. rasa kecewa ini menjalar cepat memenuhi seluruh urat syaraf. berteriak pun ga ada guna sekarang. kau telah melakukannya dengan kesadaran penuh. kau menjatuhkanku begitu dalam. jika saja yang melakukannya bukan kamu kawan. jika saja yang melakukannya bukan kamu yang kuanggap belahan jiwaku, aku pasti masih bisa tegak berdiri. apa yang hendak kukatakan padamu kawan...