Rabu sore kemarin, ibu nelpon kalo uda-adik bapak- meninggal dunia. aku cuma bisa bilang yah aku pasti datang saat ibu bertanya apa aku bisa meluangkan waktu ke pemakaman uda.
uda? apa yang kuingat dari dia? ga ada. aku ga pernah jumpa dia. ga pernah bertanya hal yang lebih jauh tentang dia ke ortu kecuali saat ibu tanya saranku soal kesehatan uda yang terus menerus menurun. dia sakit gula.
aku masih ingat kemarahan yang terlontar saat bapak bertanya kenapa aku terlihat sangat tidak peduli soal uda.
"apa yang bapak harapkan dariku? tiba2 sayang dia?tiba2 benar2 mengganggap dia udaku hanya karena dia adik bapak. ayolah, realistis saja. seumur hidupku yang kutahu bapak sendiri telah mengganggapnya anak hilang dan kini ia kembali. aku ga kenal dia. jangan paksa aku."
dan pagi ini aku datang ke rumah uda. aneh juga saat aku melangkahkan kaki melewati ambang pintu rumahnya dengan uda yang telah terbungkus kain. inanguda -istrinya-membukakan kain pembungkus wajah uda tapi aku segera menoleh ke arah lain.
uda? apa aku sayang padanya?
uda dimandikan jam 10 pagi trus disholatkan. keluarga besar semua berada di luar kecuali bapak dan aku. aneh juga bagaimana akhirnya aku memutuskan untuk bertahan di kaki uda sementara di sampingku belasan lelaki sedang menyolatkan uda untuk terakhir kalinya. bapak yang berada di barisan paling belakang berdiri terpekur. aku melirik sebentar dan hm, aku tahu apa yang dia rasakan. bapakku bukan tipe lelaki yang mau mencucurkan air matanya. tapi melihat bapak berdiri di pojok nggak bisa mendekat, ga bisa ikut mendoakan adiknya memakai ritual agama dan adat yang kami miliki jelas sangat menyiksanya.
aku bertahan di kaki uda (meski tanpa tangis. meski tanpa ekspresi) hanya untuk menunjukkan kepada bapak kalo dia ga sendirian menghadapi kepedihan ini. ada aku-putrinya.
uda? apa aku sayang padanya?
sekali lagi inanguda membuka kain pembungkus uda, aku melihatnya. dia mirip bapak. senyumnya (dia mati dalam kondisi tersenyum), raut wajahnya, rambutnya. dia benar adik bapakku. tapi sedikitpun aku nggak merasakan ikatan yang well..........seharusnya.
uda? apa aku sayang padanya?
aku tidak tahu. yang aku tahu, sesuatu yang begitu berharga dan disayangi bapakku direnggut hari ini. Rasa pedih karena kehilangan adiknya yang dirasakan bapakku membuat sesuatu dalam hatiku terengut lepas. tiba2 aku merasa ........kehilangan :(
uda? apa yang kuingat dari dia? ga ada. aku ga pernah jumpa dia. ga pernah bertanya hal yang lebih jauh tentang dia ke ortu kecuali saat ibu tanya saranku soal kesehatan uda yang terus menerus menurun. dia sakit gula.
aku masih ingat kemarahan yang terlontar saat bapak bertanya kenapa aku terlihat sangat tidak peduli soal uda.
"apa yang bapak harapkan dariku? tiba2 sayang dia?tiba2 benar2 mengganggap dia udaku hanya karena dia adik bapak. ayolah, realistis saja. seumur hidupku yang kutahu bapak sendiri telah mengganggapnya anak hilang dan kini ia kembali. aku ga kenal dia. jangan paksa aku."
dan pagi ini aku datang ke rumah uda. aneh juga saat aku melangkahkan kaki melewati ambang pintu rumahnya dengan uda yang telah terbungkus kain. inanguda -istrinya-membukakan kain pembungkus wajah uda tapi aku segera menoleh ke arah lain.
uda? apa aku sayang padanya?
uda dimandikan jam 10 pagi trus disholatkan. keluarga besar semua berada di luar kecuali bapak dan aku. aneh juga bagaimana akhirnya aku memutuskan untuk bertahan di kaki uda sementara di sampingku belasan lelaki sedang menyolatkan uda untuk terakhir kalinya. bapak yang berada di barisan paling belakang berdiri terpekur. aku melirik sebentar dan hm, aku tahu apa yang dia rasakan. bapakku bukan tipe lelaki yang mau mencucurkan air matanya. tapi melihat bapak berdiri di pojok nggak bisa mendekat, ga bisa ikut mendoakan adiknya memakai ritual agama dan adat yang kami miliki jelas sangat menyiksanya.
aku bertahan di kaki uda (meski tanpa tangis. meski tanpa ekspresi) hanya untuk menunjukkan kepada bapak kalo dia ga sendirian menghadapi kepedihan ini. ada aku-putrinya.
uda? apa aku sayang padanya?
sekali lagi inanguda membuka kain pembungkus uda, aku melihatnya. dia mirip bapak. senyumnya (dia mati dalam kondisi tersenyum), raut wajahnya, rambutnya. dia benar adik bapakku. tapi sedikitpun aku nggak merasakan ikatan yang well..........seharusnya.
uda? apa aku sayang padanya?
aku tidak tahu. yang aku tahu, sesuatu yang begitu berharga dan disayangi bapakku direnggut hari ini. Rasa pedih karena kehilangan adiknya yang dirasakan bapakku membuat sesuatu dalam hatiku terengut lepas. tiba2 aku merasa ........kehilangan :(
Comments