Di luar masih hujan. Aku memilih bertahan didepan kompie yang kecepatannya buat kita sempat ngopi-ngopi dulu dan beli goreng pisang.
Aku baru saja keluar dari ruang produksi dengan senyum dan air mata yang masih menggantung. Robby-rekan kerjaku di radio menceritakan kisah patah hati sahabatnya. Robby menceritakannya dengan detail, dengan gerak gerik yang well menurutku berlebihan tapi aku menyukainya. Ceritanya menjadi lebih menarik.
Dia cerita soal sahabatnya yang ditinggal menikah pacar lima tahunnya hanya karena dia nggak punya mahar sebanyak yang diminta orang tua sang pacar.
Pria itu datang ke pernikahan pacarnya (bisakah kita menganggapnya begitu karena memang pria itu ditinggal tanpa diputuskan) dan menyaksikan pacarnya dipelaminan dengan pria lain. Pria yang baru dikenalnya 3 bulan terakhir.
Cerita itu menjadi lucu karena pria itu setelah menyalami pengantin permisi ke belakang untuk buang air dan ternyata disana; di toilet dia terduduk dan menangis.
Robby masih menceritakan adegan lucu lainnya yang menggambarkan sahabatnya itu mengatasi patah hatinya.
Aku tergelak-gelak tertawa namun dengan air mata yang menetes. Entah Robby sadari atau tidak, dia terus saja cerita.
"Jadi kak begitu ceritanya,"
Aku menghapus air mataku dan bertanya akhir cerita itu sekarang karena Robby hanya menceritakan masa lalu sahabatnya itu.
"Dia sudah menikah sekarang dengan wanita yang dijodohkan kepadanya,"
Aku mengangguk.
"Ngeri yah kak, "
Aku mengangguk lagi.
"Sok tau kakak,"
Aku mengambil tape recorder dan dengan pelan bilang, "Aku tahu rasanya Robby. Percayalah. Aku tahu rasanya."
Hanya saja aku tidak tahu akhir ceritaku sendiri....
Aku baru saja keluar dari ruang produksi dengan senyum dan air mata yang masih menggantung. Robby-rekan kerjaku di radio menceritakan kisah patah hati sahabatnya. Robby menceritakannya dengan detail, dengan gerak gerik yang well menurutku berlebihan tapi aku menyukainya. Ceritanya menjadi lebih menarik.
Dia cerita soal sahabatnya yang ditinggal menikah pacar lima tahunnya hanya karena dia nggak punya mahar sebanyak yang diminta orang tua sang pacar.
Pria itu datang ke pernikahan pacarnya (bisakah kita menganggapnya begitu karena memang pria itu ditinggal tanpa diputuskan) dan menyaksikan pacarnya dipelaminan dengan pria lain. Pria yang baru dikenalnya 3 bulan terakhir.
Cerita itu menjadi lucu karena pria itu setelah menyalami pengantin permisi ke belakang untuk buang air dan ternyata disana; di toilet dia terduduk dan menangis.
Robby masih menceritakan adegan lucu lainnya yang menggambarkan sahabatnya itu mengatasi patah hatinya.
Aku tergelak-gelak tertawa namun dengan air mata yang menetes. Entah Robby sadari atau tidak, dia terus saja cerita.
"Jadi kak begitu ceritanya,"
Aku menghapus air mataku dan bertanya akhir cerita itu sekarang karena Robby hanya menceritakan masa lalu sahabatnya itu.
"Dia sudah menikah sekarang dengan wanita yang dijodohkan kepadanya,"
Aku mengangguk.
"Ngeri yah kak, "
Aku mengangguk lagi.
"Sok tau kakak,"
Aku mengambil tape recorder dan dengan pelan bilang, "Aku tahu rasanya Robby. Percayalah. Aku tahu rasanya."
Hanya saja aku tidak tahu akhir ceritaku sendiri....
Comments