Temanku siang ini menelepon dan entah mengapa; bukannya menanyakan kabar dulu, dia langsung mengajukan pertanyaan, "apa sih yang paling kau inginkan dalam masa pacaran?"
Tidak butuh semenit bagiku untuk menjawab pertanyaan itu. Aku tahu betul apa yang paling kuinginkan dalam masa pacaran karena itu yang menjadi doaku selama bertahun tahun.
Keinginanku sangat sederhana bahkan mungkin menggelikan. Aku hanya ingin dua hal. Pertama, dia tidak malu mengakui aku pacarnya dan dia ingin selalu menggandeng tanganku kalau kami sedang berjalan.
Sederhana kan ?
Tapi temanku itu ngamuk nggak setuju. Menurutnya aku sangat keterlaluan karena hanya menginginkan hal itu. Tapi apa yang salah dengan kedua permintaan itu, pikirku.
Tahun 2006 setelah melewati masa pendekatan yang panjang, aku akhirnya bersedia berpacaran dengan Mr. A (sebut saja begitu). Hm, aku tidak mencintainya tapi sikapnya yang teguh dan permintaan mamaku untuk mempertimbangkan dia, membuatku luluh. Kami jadian tepat di saat malam puasa 2006. Dia kemudian membawaku ke suatu tempat di Medan. Awalnya dia menggandeng tanganku tapi ketika secara tak sengaja, kami bertemu dengan temannya (yang juga temanku ) secara refleks dia melepaskan tanganku.
Aku kaget!
Dan semakin kaget ketika malam itu juga dia meminta untuk tidak memberitahu kepada orang lain kalau aku dan dia pacaran.
Alasannya karena kami bukan anak kecil lagi. Jadi biarkan saja hubungan ini hanya dinikmati oleh kami berdua. Alasan lain dia adalah justru dengan tidak memberi kepada orang lain maka kami bisa lebih bebas menjadi diri sendiri dan nggak perlu dihubungkan satu sama yang lain.
Aku sih tidak terima dengan dua alasan yang menurutku sangat tidak masuk akal itu. Tapi aku meluluskan permintaanya.
Jadi begitulah, hanya keluargaku saja yang tahu hubungan kami.
Dalam masa pacaran itu, bisa dihitung dengan jari, berapa kali aku bisa menggandeng tangannya. Catat yah...menggandeng tangannya dan bukan dia yang berinisiatif menggandengku.
Alasan untuk tidak menggandengku :
1. Kami bukan anak remaja yang tengah jatuh cinta
2. Untuk apa pamer kemesraaan. Kemesraan itu biar saja milik berdua
Dan sekali lagi aku meluluskan permintaannya.
Aku beritahu satu hal padamu ya (kamu yang sedang membaca blog ini). Semua alasan yang dikemukakan adalah alasan terburuk yang pernah ada di dunia.
Setelah hubungan kami berakhir sepihak dengan tragedi tidak menyenangkan, aku baru mengerti kenapa dia mengungkapkan alasan-alasan itu.
Pertama : Dia memang ternyata punya pacar lain
Kedua : Dia malu punya pacar kayak aku
Ketiga : Dia nggak yakin bahwa aku adalah yang terakhir untuknya.
Ketiga kesimpulan ini yang kemudian menjadi dasar bagiku untuk percaya bahwa laki-laki yang suka menggandeng pasangannya adalah laki-laki yang tahu benar bahwa perempuan yang disampingnya adalah perempuan istimewa dan ia ingin seluruh dunia tahu bahwa dia adalah laki-laki yang beruntung bisa memiliki kesempatan menggandeng perempuan istimewa itu.
Itu pulalah yang kemudian membuatku berdoa begitu sangat sederhana mengenai pasangan hidupku kelak. Aku ingin dia bangga aku pasangannya dan dia sangat terlalu ingin menggandeng tanganku.
Sedangkan keinginan lainnya, aku pikir tinggal mengikuti saja.
Nah, temanku itu hanya tergugu dengan penjelasanku ini.
"Kenapa ?" tanyaku karena dia diam saja.
"Dia juga mengungkapkan alasan-alasan tadi," balasnya.
Hm... sebenarnya dia tidak sendiri karena aku pun terjebak dengan kondisi yang sama saat ini. Tapi kali ini aku ingin menjalaninya hingga di titik mana Tuhan yang melakukan bagianNYa.
Aku memang ingin diakuinya sebagai pacar depan teman-teman kami termasuk tidak malu menggandengku. Hanya saja di pagi hari yang usai maagku yang kambuh itu, saat aku datang menghadap AYAH; aku tahu aku harus bertahan dengannya.
Ayah bilang, hidup adalah kumpulan pilihan dan bukan impian. Pilihlah apa yang baik sehingga engkau menuai yang baik. Jadi, aku pun memilih untuk menjaga pilihan yang telah kutetapkan; menjadi kekasihnya. Pilihan ini meski tidak menyenangkan secara daging tapi membuatku semakin mengenal kekuatan cinta yang aku miliki buat dia. Persoalan apakah dia memang mencintaiku dan membalas cintaku dengan cara yang patut, itu tidak perlu lagi dibahas karena aku telah memilih menjadi yang terbaik untuknya sehingga ke depan aku pun akan menuai yang baik. Mungkin aku akan menuai yang baik dari dia atau setelah kemudian aku tidak lagi bersamanya, aku pun telah siap menjadi pasangan yang terbaik bagi pria yang akan datang; pria yang juga siap menjadi pasangan yang terbaik untukku.
"Jadi Vita aku harus bertahan dengannya ?" tanyanya penuh keraguan.
"Hanya kau yang tau jawabannya kawan,.."
Tidak butuh semenit bagiku untuk menjawab pertanyaan itu. Aku tahu betul apa yang paling kuinginkan dalam masa pacaran karena itu yang menjadi doaku selama bertahun tahun.
Keinginanku sangat sederhana bahkan mungkin menggelikan. Aku hanya ingin dua hal. Pertama, dia tidak malu mengakui aku pacarnya dan dia ingin selalu menggandeng tanganku kalau kami sedang berjalan.
Sederhana kan ?
Tapi temanku itu ngamuk nggak setuju. Menurutnya aku sangat keterlaluan karena hanya menginginkan hal itu. Tapi apa yang salah dengan kedua permintaan itu, pikirku.
Tahun 2006 setelah melewati masa pendekatan yang panjang, aku akhirnya bersedia berpacaran dengan Mr. A (sebut saja begitu). Hm, aku tidak mencintainya tapi sikapnya yang teguh dan permintaan mamaku untuk mempertimbangkan dia, membuatku luluh. Kami jadian tepat di saat malam puasa 2006. Dia kemudian membawaku ke suatu tempat di Medan. Awalnya dia menggandeng tanganku tapi ketika secara tak sengaja, kami bertemu dengan temannya (yang juga temanku ) secara refleks dia melepaskan tanganku.
Aku kaget!
Dan semakin kaget ketika malam itu juga dia meminta untuk tidak memberitahu kepada orang lain kalau aku dan dia pacaran.
Alasannya karena kami bukan anak kecil lagi. Jadi biarkan saja hubungan ini hanya dinikmati oleh kami berdua. Alasan lain dia adalah justru dengan tidak memberi kepada orang lain maka kami bisa lebih bebas menjadi diri sendiri dan nggak perlu dihubungkan satu sama yang lain.
Aku sih tidak terima dengan dua alasan yang menurutku sangat tidak masuk akal itu. Tapi aku meluluskan permintaanya.
Jadi begitulah, hanya keluargaku saja yang tahu hubungan kami.
Dalam masa pacaran itu, bisa dihitung dengan jari, berapa kali aku bisa menggandeng tangannya. Catat yah...menggandeng tangannya dan bukan dia yang berinisiatif menggandengku.
Alasan untuk tidak menggandengku :
1. Kami bukan anak remaja yang tengah jatuh cinta
2. Untuk apa pamer kemesraaan. Kemesraan itu biar saja milik berdua
Dan sekali lagi aku meluluskan permintaannya.
Aku beritahu satu hal padamu ya (kamu yang sedang membaca blog ini). Semua alasan yang dikemukakan adalah alasan terburuk yang pernah ada di dunia.
Setelah hubungan kami berakhir sepihak dengan tragedi tidak menyenangkan, aku baru mengerti kenapa dia mengungkapkan alasan-alasan itu.
Pertama : Dia memang ternyata punya pacar lain
Kedua : Dia malu punya pacar kayak aku
Ketiga : Dia nggak yakin bahwa aku adalah yang terakhir untuknya.
Ketiga kesimpulan ini yang kemudian menjadi dasar bagiku untuk percaya bahwa laki-laki yang suka menggandeng pasangannya adalah laki-laki yang tahu benar bahwa perempuan yang disampingnya adalah perempuan istimewa dan ia ingin seluruh dunia tahu bahwa dia adalah laki-laki yang beruntung bisa memiliki kesempatan menggandeng perempuan istimewa itu.
Itu pulalah yang kemudian membuatku berdoa begitu sangat sederhana mengenai pasangan hidupku kelak. Aku ingin dia bangga aku pasangannya dan dia sangat terlalu ingin menggandeng tanganku.
Sedangkan keinginan lainnya, aku pikir tinggal mengikuti saja.
Nah, temanku itu hanya tergugu dengan penjelasanku ini.
"Kenapa ?" tanyaku karena dia diam saja.
"Dia juga mengungkapkan alasan-alasan tadi," balasnya.
Hm... sebenarnya dia tidak sendiri karena aku pun terjebak dengan kondisi yang sama saat ini. Tapi kali ini aku ingin menjalaninya hingga di titik mana Tuhan yang melakukan bagianNYa.
Aku memang ingin diakuinya sebagai pacar depan teman-teman kami termasuk tidak malu menggandengku. Hanya saja di pagi hari yang usai maagku yang kambuh itu, saat aku datang menghadap AYAH; aku tahu aku harus bertahan dengannya.
Ayah bilang, hidup adalah kumpulan pilihan dan bukan impian. Pilihlah apa yang baik sehingga engkau menuai yang baik. Jadi, aku pun memilih untuk menjaga pilihan yang telah kutetapkan; menjadi kekasihnya. Pilihan ini meski tidak menyenangkan secara daging tapi membuatku semakin mengenal kekuatan cinta yang aku miliki buat dia. Persoalan apakah dia memang mencintaiku dan membalas cintaku dengan cara yang patut, itu tidak perlu lagi dibahas karena aku telah memilih menjadi yang terbaik untuknya sehingga ke depan aku pun akan menuai yang baik. Mungkin aku akan menuai yang baik dari dia atau setelah kemudian aku tidak lagi bersamanya, aku pun telah siap menjadi pasangan yang terbaik bagi pria yang akan datang; pria yang juga siap menjadi pasangan yang terbaik untukku.
"Jadi Vita aku harus bertahan dengannya ?" tanyanya penuh keraguan.
"Hanya kau yang tau jawabannya kawan,.."
Comments