Gempa berkekuatan 7, 3 sc melanda Medan Rabu sore. Setelah berhamburan keluar dengan panik, seisi kantor langsung ribut menghubungi atau dihubungi orang yang dikasihi. Sementara aku ? Aku bergegas masuk, langsung reportase ke Jakarta dan sesudahnya meluncur secepat kilat ke kantor Kompas.
Sejak gempa hingga aku pulang semua orang masih ribut mencari tahu keadaan orang-orang yang dikasihi. Sementara aku ? Aku langsung mengedit berita, membuat tor buletin, dan siaran.
Beberapa sms memang masuk bertanya soal gempa, tapi begitu deh nggak satu pun yang bertanya apakah aku baik2 saja. Jakarta, Batam, Bandung bahkan Manado hanya bertanya bagaimana Medan. Apa yang rusak?
Halo..............
Si Tio, rekan kantor - pasca gempa malah jadi senyum-senyum nggak jelas gitu setelah pria yang belakangan ini sibuk bertelepon ria dengannya terdengar kuatir menanyakan keadaannya. " Aduh Nov, dia ngos-ngosan menuruni 173 lantai sambil meneleponku bertanya apakah aku baik2 saja."
"Oh ya?" Aku pasang muka gembira. Hm...........
Yah begitulah dan masih banyak kalimat lain yang membuatku ...jujur jeles.
Dan pagi ini ketika aku ke kantor yang kudengar di radio adalah, "ayo cepetan sekarang telpon ke kita siapa yang pertama kali menghubungi anda ketika gempa terjadi "
KEJAM!
Kemudian jam 09.10, " Nov, gimana Medan? " Ini telepon dari mas Romi. jujur aku kaget bercampur senang juga ditelpon olehnya.
"Baik aja kok mas. Emang kenapa? Kok nanya? Emang kamu nggak di Medan?"
"Nggak ada yang rusak kan? Nggak ngaruh apapun kan akibat gempa semalam? "
"Enggak kok. Aku baik-baik aja kok, " jawabku mulai kegeeran. Wih, asik nih. "Kamu nelpon nggak hanya nanya gedung donk? Aku geer nih, kamu sebenarnya pengen tahu keadaanku kan? Thanks yah udah perhatian banget." Dasar mulut durhaka! Bisa-bisanya perkataan tak masuk akal itu meluncur.
"Enggak kok Nov. Aku hanya ingin memastikan kalau kantorku yang di Medan nggak kenapa-napa. Aku kan lagi di Batam sekarang."
Gubrak!
Satu sisi aku emang langsung terbahak-bahak dan minta maaf ke mas Romi buat kegeeranku. Tapi satu sisi lain aku merasa orang yang paling malang di seluruh dunia ini.
Yah sudahlah, mungkin belum saatnya saja. Hm, maksudku belum saatnya menerima limpahan perhatian dan kasih sayang. Mungkin nanti. Suatu saat yang aku sendiri pun nggak tahu kapan.
Sejak gempa hingga aku pulang semua orang masih ribut mencari tahu keadaan orang-orang yang dikasihi. Sementara aku ? Aku langsung mengedit berita, membuat tor buletin, dan siaran.
Beberapa sms memang masuk bertanya soal gempa, tapi begitu deh nggak satu pun yang bertanya apakah aku baik2 saja. Jakarta, Batam, Bandung bahkan Manado hanya bertanya bagaimana Medan. Apa yang rusak?
Halo..............
Si Tio, rekan kantor - pasca gempa malah jadi senyum-senyum nggak jelas gitu setelah pria yang belakangan ini sibuk bertelepon ria dengannya terdengar kuatir menanyakan keadaannya. " Aduh Nov, dia ngos-ngosan menuruni 173 lantai sambil meneleponku bertanya apakah aku baik2 saja."
"Oh ya?" Aku pasang muka gembira. Hm...........
Yah begitulah dan masih banyak kalimat lain yang membuatku ...jujur jeles.
Dan pagi ini ketika aku ke kantor yang kudengar di radio adalah, "ayo cepetan sekarang telpon ke kita siapa yang pertama kali menghubungi anda ketika gempa terjadi "
KEJAM!
Kemudian jam 09.10, " Nov, gimana Medan? " Ini telepon dari mas Romi. jujur aku kaget bercampur senang juga ditelpon olehnya.
"Baik aja kok mas. Emang kenapa? Kok nanya? Emang kamu nggak di Medan?"
"Nggak ada yang rusak kan? Nggak ngaruh apapun kan akibat gempa semalam? "
"Enggak kok. Aku baik-baik aja kok, " jawabku mulai kegeeran. Wih, asik nih. "Kamu nelpon nggak hanya nanya gedung donk? Aku geer nih, kamu sebenarnya pengen tahu keadaanku kan? Thanks yah udah perhatian banget." Dasar mulut durhaka! Bisa-bisanya perkataan tak masuk akal itu meluncur.
"Enggak kok Nov. Aku hanya ingin memastikan kalau kantorku yang di Medan nggak kenapa-napa. Aku kan lagi di Batam sekarang."
Gubrak!
Satu sisi aku emang langsung terbahak-bahak dan minta maaf ke mas Romi buat kegeeranku. Tapi satu sisi lain aku merasa orang yang paling malang di seluruh dunia ini.
Yah sudahlah, mungkin belum saatnya saja. Hm, maksudku belum saatnya menerima limpahan perhatian dan kasih sayang. Mungkin nanti. Suatu saat yang aku sendiri pun nggak tahu kapan.
Comments