Kok hidup ini terasa pahit banget. Mereka tertawa, aku juga. Bedanya aku menertawakan hidupku yang ga mudah sedang mereka …entahlah. Terkadang hidup sepertinya mudah bagi yang lain.
Aku tidak sedang menggugat Tuhan. Emang aku siapa. Tapi bolehkan aku mempertanyakannya. Meski mungkin ga ada jawaban tapi demi keluar dari otakku yang berontak penuh dijejali pertanyaan liar yang menghujam, aku hanya ingin lega.sedikit.
“Ceritakan tentang dirimu,” Pria itu – yang kemudian kuketahui namanya Andre, HRD perusahaan nasional – memandangku lurus.
“Aku Novita. Anak tunggal. Ibuku guru esde. Bapakku tukang; tukang bangunan. Ibuku dulu suka sakit-sakitan, jadi aku yang sesekali mengajar. Seharusnya sih itu tidak boleh tapi namanya juga di kampung. Aku suka menulis, membaca, main ke gramedia Gajah Mada. Lumayan bisa terkena AC dan baca gratis. Aku aktif di Pewarta Foto Indonesia. Aku suka motret. Aku suka berpetualang. Bulan september lalu, aku pameran foto bersama teman-teman…”
“Dimana ? “ Teman Andre, Joseph yang kemudian kutahu bosnya di Sumut.
“Di habitat Seni Lak-lak. Itu yang di jalan dr Mansur, dekat SMK 8. Hanya lima fotoku yang dipajangkan. Hm trus aku aktif di gereja. Aku jadi kameramen. Ini yang untuk pertama kali gerejaku itu memperbolehkan perempuan menguasai bidang itu. Aku juga bantu-bantu buat buletin gereja. “
“Gereja apa tadi ? “ Joseph yang bertanya.
Emang aku belum nyebutin namanya kok,” GBI. Gereja Bethel Indonesia. Itu yang di Medan Plaza,” Ngapain juga harus menjelaskan hal gereja ini detil seakan aku adalah pendeta yang siap mentabiskan dia.
Joseph mengangguk. Nggak jelas, mengangguk tahu atau sekedar sok paham.
“Aku sekarang bekerja di radio Prapanca. Yah jadi reporter, produser, yah presenter juga. Sesekali jika aku rajin, aku nulis di majalah Kartini. Kadang nulis juga di Okezone. Itu lho situs berita yang masih grupnya kita, “
Pernyataan tolol. Nggak ada hubungan perusahaan itu dengan MNC. Aneh benar aku menyebut kata kita. TOLOL!
Tapi Josep kulihat mengangguk lagi. Baguslah dia sama tololnya dengan aku hiks…
” Hm, apa lagi yah. Kalau disuruh cerita, sesi ini bakal nggak berakhir…” Aku menatap putus asa ke jam dnding di atas kepala Andre.
“Nggak pa-pa. Kita punya banyak waktu, “ kata Joseph dan Andre hampir bersamaan.
“Oh ya aku nggak punya pacar,” Kalimat tolol lainnya. Dan aku terlambat menyadarinya.
Andre tertawa terbahak-bahak. Dia semakin manis saja. Joseph wajahnya memerah.
“Sori kalau yang ini fakta yang menyedihkan,”
“Iyah, aku juga nggak bakal nanya kalau kamu nggak bilang,” sambar Andre.
Kamu udah nikah dre?
“Yah mungkin itu saja dulu,” Aku memainkan jariku. Mencubitnya dan mengirim pesan ke otak kanan, “Jangan tolol lagi loe!”
“Vit, kita hanya bisa tawarin jadi marketing. So far kamu bagus tapi kamu nggak punya pengalaman. Kamu banting stir jika kerja dibidang ini. Lagipula jabatan supervisor sudah padat banget,”
Trus kenapa nggak bilang dari awal kalau yang ini pun sama seperti isi lowongan kerja tolol lainya yang ada di media massa. Untuk posisi nomor 8 dan 9, diperlukan yang telah bekerja di bidang yang serupa minimal 5 tahun.
Dasar tolol, membuat aku lelah.
Ngapain juga nggak menyertakan persyaratan itu sejak awal. Heran yah dengan iklan sekarang. Lebih banyak tolol dan penipunya. Bagaimana aku punya pengalaman jika aku nggak diberi kesempatan. Sudah tahu aku nggak punya pengalaman jadi sales, masih juga diundang ikut psikotes jadi supervisor penjualan. Eh begitu lulus dan masuk tahap wawancara, sekarang jatuhnya hanya jadi marketing.
“Marketing eksekutif lho,” jelas Joseph
“Alah namanya saja eksekutif. Sales juganya itu.”
“Yah enggaklah. Kalau nggak pakai kata eksekutif berarti marketing biasa,”
Aku tersenyum sinis. “ Come on, ayolah. Kita bangsa Indonesia ini terlalu suka memperhalus kata. Membungkus sesuatu yang nggak mutu terlihat bagus. Eksekutif hanya bermakna tinggi jika dihubungkan dengan tiket kereta api. Harga tiket eksekutif jelas jauh berbeda dengan kelas ekonomi, Tapi untuk dunia marketing yah namanya sales.”
Joseph tertawa. Aku meliriknya kejam. Aku merasa gerah ingin segera pulang. Ini sudah membuang waktuku.
“Yah sudah ntar kita bilang ke SDM Jakarta soal mbak. Ada yang masih perlu mbak tanyakan ?” tanya Andre resmi.
Aku terdiam. Mau nanya apa kalau hanya ditawarkan di level yang lebih rendah dari harapan.
“Dia mah nggak usah ditanya ntar makin panjang pertanyaannya. Kan wartawan,” kata Joseph dengan nada menyindir.
“Tapi aku nggak nanya kan,” balasku kalem.
----------------------------------------------------------------------------
Seharian ini aku mengasihani diri sendiri. Mengapa harus mengubur idealisme dan kesenangan dari pekerjaan hanya demi rupiah. Andai perusahaanku sedikit lebih manusiawi lagi melihat pendapatan karyawannya, aku pasti tidak akan banting stir begini.
---------------------------------------------------------------------------
Nov, pak Harto kritis nih. Cari yah tokoh politik Sumut yang bisa bicara netral soal pak Harto. SMS big bos beberapa hari lalu.
Emang ada
Ayolah Nov, jangan sinis begitu. Mantan ketua DPRD Sumut yang lalu bisa tuh.
Kenapa bukan mereka yang pernah dibungkam oleh rezimnya pak Harto
Ayolah Nov, kerjakan oke
Oke. Emang punya hak nolak. Sip bos.
----------------------------------------------------------------------------------
Suatu kali kelak jika akhirnya aku punya perusahaan, aku akan menjadi bos yang paling baik yang pernah ada.
Alah, janji-janji surga.
Tenang. aku Novita. Kamu bisa pegang perkataanku.
-----------------------------------------------------------------------------------
Cerita ini untuk kamu. Terima kasih untuk kasihmu yang membuat hidupku lebih berwarna. A Mild!
Aku tidak sedang menggugat Tuhan. Emang aku siapa. Tapi bolehkan aku mempertanyakannya. Meski mungkin ga ada jawaban tapi demi keluar dari otakku yang berontak penuh dijejali pertanyaan liar yang menghujam, aku hanya ingin lega.sedikit.
“Ceritakan tentang dirimu,” Pria itu – yang kemudian kuketahui namanya Andre, HRD perusahaan nasional – memandangku lurus.
“Aku Novita. Anak tunggal. Ibuku guru esde. Bapakku tukang; tukang bangunan. Ibuku dulu suka sakit-sakitan, jadi aku yang sesekali mengajar. Seharusnya sih itu tidak boleh tapi namanya juga di kampung. Aku suka menulis, membaca, main ke gramedia Gajah Mada. Lumayan bisa terkena AC dan baca gratis. Aku aktif di Pewarta Foto Indonesia. Aku suka motret. Aku suka berpetualang. Bulan september lalu, aku pameran foto bersama teman-teman…”
“Dimana ? “ Teman Andre, Joseph yang kemudian kutahu bosnya di Sumut.
“Di habitat Seni Lak-lak. Itu yang di jalan dr Mansur, dekat SMK 8. Hanya lima fotoku yang dipajangkan. Hm trus aku aktif di gereja. Aku jadi kameramen. Ini yang untuk pertama kali gerejaku itu memperbolehkan perempuan menguasai bidang itu. Aku juga bantu-bantu buat buletin gereja. “
“Gereja apa tadi ? “ Joseph yang bertanya.
Emang aku belum nyebutin namanya kok,” GBI. Gereja Bethel Indonesia. Itu yang di Medan Plaza,” Ngapain juga harus menjelaskan hal gereja ini detil seakan aku adalah pendeta yang siap mentabiskan dia.
Joseph mengangguk. Nggak jelas, mengangguk tahu atau sekedar sok paham.
“Aku sekarang bekerja di radio Prapanca. Yah jadi reporter, produser, yah presenter juga. Sesekali jika aku rajin, aku nulis di majalah Kartini. Kadang nulis juga di Okezone. Itu lho situs berita yang masih grupnya kita, “
Pernyataan tolol. Nggak ada hubungan perusahaan itu dengan MNC. Aneh benar aku menyebut kata kita. TOLOL!
Tapi Josep kulihat mengangguk lagi. Baguslah dia sama tololnya dengan aku hiks…
” Hm, apa lagi yah. Kalau disuruh cerita, sesi ini bakal nggak berakhir…” Aku menatap putus asa ke jam dnding di atas kepala Andre.
“Nggak pa-pa. Kita punya banyak waktu, “ kata Joseph dan Andre hampir bersamaan.
“Oh ya aku nggak punya pacar,” Kalimat tolol lainnya. Dan aku terlambat menyadarinya.
Andre tertawa terbahak-bahak. Dia semakin manis saja. Joseph wajahnya memerah.
“Sori kalau yang ini fakta yang menyedihkan,”
“Iyah, aku juga nggak bakal nanya kalau kamu nggak bilang,” sambar Andre.
Kamu udah nikah dre?
“Yah mungkin itu saja dulu,” Aku memainkan jariku. Mencubitnya dan mengirim pesan ke otak kanan, “Jangan tolol lagi loe!”
“Vit, kita hanya bisa tawarin jadi marketing. So far kamu bagus tapi kamu nggak punya pengalaman. Kamu banting stir jika kerja dibidang ini. Lagipula jabatan supervisor sudah padat banget,”
Trus kenapa nggak bilang dari awal kalau yang ini pun sama seperti isi lowongan kerja tolol lainya yang ada di media massa. Untuk posisi nomor 8 dan 9, diperlukan yang telah bekerja di bidang yang serupa minimal 5 tahun.
Dasar tolol, membuat aku lelah.
Ngapain juga nggak menyertakan persyaratan itu sejak awal. Heran yah dengan iklan sekarang. Lebih banyak tolol dan penipunya. Bagaimana aku punya pengalaman jika aku nggak diberi kesempatan. Sudah tahu aku nggak punya pengalaman jadi sales, masih juga diundang ikut psikotes jadi supervisor penjualan. Eh begitu lulus dan masuk tahap wawancara, sekarang jatuhnya hanya jadi marketing.
“Marketing eksekutif lho,” jelas Joseph
“Alah namanya saja eksekutif. Sales juganya itu.”
“Yah enggaklah. Kalau nggak pakai kata eksekutif berarti marketing biasa,”
Aku tersenyum sinis. “ Come on, ayolah. Kita bangsa Indonesia ini terlalu suka memperhalus kata. Membungkus sesuatu yang nggak mutu terlihat bagus. Eksekutif hanya bermakna tinggi jika dihubungkan dengan tiket kereta api. Harga tiket eksekutif jelas jauh berbeda dengan kelas ekonomi, Tapi untuk dunia marketing yah namanya sales.”
Joseph tertawa. Aku meliriknya kejam. Aku merasa gerah ingin segera pulang. Ini sudah membuang waktuku.
“Yah sudah ntar kita bilang ke SDM Jakarta soal mbak. Ada yang masih perlu mbak tanyakan ?” tanya Andre resmi.
Aku terdiam. Mau nanya apa kalau hanya ditawarkan di level yang lebih rendah dari harapan.
“Dia mah nggak usah ditanya ntar makin panjang pertanyaannya. Kan wartawan,” kata Joseph dengan nada menyindir.
“Tapi aku nggak nanya kan,” balasku kalem.
----------------------------------------------------------------------------
Seharian ini aku mengasihani diri sendiri. Mengapa harus mengubur idealisme dan kesenangan dari pekerjaan hanya demi rupiah. Andai perusahaanku sedikit lebih manusiawi lagi melihat pendapatan karyawannya, aku pasti tidak akan banting stir begini.
---------------------------------------------------------------------------
Nov, pak Harto kritis nih. Cari yah tokoh politik Sumut yang bisa bicara netral soal pak Harto. SMS big bos beberapa hari lalu.
Emang ada
Ayolah Nov, jangan sinis begitu. Mantan ketua DPRD Sumut yang lalu bisa tuh.
Kenapa bukan mereka yang pernah dibungkam oleh rezimnya pak Harto
Ayolah Nov, kerjakan oke
Oke. Emang punya hak nolak. Sip bos.
----------------------------------------------------------------------------------
Suatu kali kelak jika akhirnya aku punya perusahaan, aku akan menjadi bos yang paling baik yang pernah ada.
Alah, janji-janji surga.
Tenang. aku Novita. Kamu bisa pegang perkataanku.
-----------------------------------------------------------------------------------
Cerita ini untuk kamu. Terima kasih untuk kasihmu yang membuat hidupku lebih berwarna. A Mild!
Comments