Kau terus memainkan handpone di tangan, tak peduli kalau aku sedang bicara.
"Aku bicara ini, "pintaku memelas untuk ketiga kalinya. Kau hanya melihatku sebentar dan balik memainkannya. Aku gerah dengan sikapmu tapi aku tahu aku tak pantas meminta lebih. Aku tak punya hak itu bukan?!
"Jadi begitulah hubungan kami berakhir,"tuntasku. Kau masih saja dengan handphonemu yang rasanya ingin kuambil paksa dan kubuang di jalan Maulana Lubis. Biar kau tahu betapa gusarnya aku diabaikan.
Kau mengulurkan tanganmu dan menyodorkan benda laknat itu. Aku tidak menolak dan sekilas aku membacanya.
#Aku menikah bang. 6 Juni jam 10 pagi di Jakarta#
Aku tergugu diam. Kau menatapku seksama untuk pertama kalinya di sepanjang 10 menit pembicaraan kita. Kau menunggu reaksiku.
"Aku baik-baik saja. Itu sudah lama berakhir kan?" Suaraku kuusahakan mantap dan tegas. Tapi aku gagal.
Aku tidak baik-baik saja. Aku gusar, merasa dikhianati, dicampakkan, dimanfaatkan, dibodohi yang kemudian ditinggalkan.
Aku tidak baik-baik saja. Karena jika yah, harusnya aku bisa menertawakan isi sms itu. Nyatanya tidak, aku terguncang.
Aku tidak baik-baik saja. Aku ingin seseorang membayar apa yang kurasakan ini
Ugh, aku lelah harus kembali menghibur diriku atas yang terjadi ini. Aku lelah terus menerus harus menjelaskan kepada diriku sendiri mengapa tampaknya hal buruk selalu saja terjadi.
Hari ini aku tidak mengerti mengapa Tuhan mengizinkan ini terjadi. Mungkin..mungkin saja besok aku menemukan jawabannya. Namun jikapun tidak, bisa jadi memang itu yang tak perlu dipertanyakan.
Tak perlu memaksakan diri kan, Tuhan Jesus tahu yang terbaik bagi putri perempuannya.
"Aku bicara ini, "pintaku memelas untuk ketiga kalinya. Kau hanya melihatku sebentar dan balik memainkannya. Aku gerah dengan sikapmu tapi aku tahu aku tak pantas meminta lebih. Aku tak punya hak itu bukan?!
"Jadi begitulah hubungan kami berakhir,"tuntasku. Kau masih saja dengan handphonemu yang rasanya ingin kuambil paksa dan kubuang di jalan Maulana Lubis. Biar kau tahu betapa gusarnya aku diabaikan.
Kau mengulurkan tanganmu dan menyodorkan benda laknat itu. Aku tidak menolak dan sekilas aku membacanya.
#Aku menikah bang. 6 Juni jam 10 pagi di Jakarta#
Aku tergugu diam. Kau menatapku seksama untuk pertama kalinya di sepanjang 10 menit pembicaraan kita. Kau menunggu reaksiku.
"Aku baik-baik saja. Itu sudah lama berakhir kan?" Suaraku kuusahakan mantap dan tegas. Tapi aku gagal.
Aku tidak baik-baik saja. Aku gusar, merasa dikhianati, dicampakkan, dimanfaatkan, dibodohi yang kemudian ditinggalkan.
Aku tidak baik-baik saja. Karena jika yah, harusnya aku bisa menertawakan isi sms itu. Nyatanya tidak, aku terguncang.
Aku tidak baik-baik saja. Aku ingin seseorang membayar apa yang kurasakan ini
Ugh, aku lelah harus kembali menghibur diriku atas yang terjadi ini. Aku lelah terus menerus harus menjelaskan kepada diriku sendiri mengapa tampaknya hal buruk selalu saja terjadi.
Hari ini aku tidak mengerti mengapa Tuhan mengizinkan ini terjadi. Mungkin..mungkin saja besok aku menemukan jawabannya. Namun jikapun tidak, bisa jadi memang itu yang tak perlu dipertanyakan.
Tak perlu memaksakan diri kan, Tuhan Jesus tahu yang terbaik bagi putri perempuannya.
Comments