Skip to main content

Kelas "Bergantung Penuh dengan Tuhan"

Malam ini ada satu bintang di langit.

"Keren banget ya Vie," ujar Rini dari belakang. Aku dan Rini baru pulang dari acara talkshow di sebuah hotel. Aku membonceng Rini.
"Lihat tuh, awannya kayak pulau Jawa gitu. Eh, ternyata ada bintangnya lagi. Gila" Rini makin kagum.

Aku mendongak dan yeah, benaran keren.Tapi bukan itu yang bergejolak di hati. Aku hanya sedang berpikir, bintang ini apakah ada di negeri itu.

Aku sedang membayangkan suatu negeri eh tepatnya negara. Negara yang aku ga pernah bayangkan sebelumnya. Tapi belakangan jadi sesuatu yang melekat sempurna kayak direkat mati. Israel.

Aku terlalu sering berada diposisi sendirian kalo sedang memperjuangkan suatu yang penting sampai aku lupa rasanya dan caranya bagaimana meminta tolong.

Friska - temanku - bilang kalo aku harus belajar bergantung penuh pada Tuhan.

Aku mau tapi aku tidak tahu caranya.

Sepanjang hidupku aku berusaha meraih banyak hal dengan tanganku. Sepanjang hidupku aku berjuang untuk tetap ada. Sejak dulu selalu begitu. Aku besar dengan keputusan yang berada ditanganku sendiri.

Jikapun aku menyandarkan keputusan kepada orang lain misal orang tuaku tetap saja keputusan itu akan menjadi konsekuensiku sendiri alias orang tua ga akan terlalu ambil pusing dengan keputusan yang mereka buat.Jadi untuk apa menyandarkan keputusan kepada orang lain kalo konsekuensinya aku yang tanggung. Daripada menggerutu dan berusaha menyalahkan orang lain jika keputusan itu berbuah kegagalan mending jika keputusan itu aku ambil sendiri, laksanakan sendiri dan tanggung akibatnya sendiri. Pahit ataupun manis hasilnya.

Jadi itulah yang kulakukan seumur hidupku.Jadi kini sumpe aku ga tahu bagaiman caranya bergantung penuh dengan Tuhan. Apakah itu berarti tidak melakukan sesuatu dan membiarkan keajaiban menghampiriku? Apakah ketika aku melakukan sedikit usaha untuk melaksanakan keputusan yang telah diambil; itu disebut tidak bergantung penuh?

Alah, bagiku sih beda tipis antara bergantung penuh dengan menjadi tolol atau malas atau pasrah dengan keadaan yang justru bisa diubah jika saja kita sedikit mau kreativ dan memperjuangkan keputusan itu.

Aku salah?
-------------------------------------------------

"Apa sih salahnya mencoba sekali lagi Nov? Toh emang sudah terlanjur malu kan? Apa salahnya lagi mencoba dan mungkin mendapat malu tapi mungkin juga berhasil? Nggak ada salahnya mencoba kan? Harga dirimu kan emang sudah nggak ada lagi di hadapan mereka. Yah sekalian aja permalukan dirimu dengan konsekuensi mungkin usaha yang terakhir ini berhasil?" Ini nasehat rekan yang lain. Tio; bagian admin - yang selalu menjadi tempat curhat.

Dan aku pun melakukannya. Hasilnya ? Aku belum tahu.
----------------------------------------------------

Bulan September aku ingin ke Israel. Aku tahu banyak orang yang mengolok2 rencana ini. Kemana pun aku memalingkan wajah yang kulihat hanya pandangan sinis, cibiran dan bisik2 yang nggak jelas. Wajarlah. Aku memang nggak punya apapun untuk mengujudkan rencanaku.

Aku hanya punya selembar visa, selembar surat undangan darisana dan selebihnya hanya lembaran proposal yang aku nggak tahu akan ditujukan kemana lagi.

Friska bilang aku harus belajar bergantung penuh pada Tuhan. Friska bilang aku sombong jika terus mengandalkan diri sendiri dan tidak membiarkan Tuhan menolongku. Friska bilang mungkin saja usahaku untuk mencari dana ke Israel belum berbuah hasil karena aku sedang diajar untuk bergantung pada DIA.

Sumpe, aku mau. Aku hanya nggak tahu caranya.
------------------------------------------------------------
Sejujurnya aku ingin sekali bertanya, apakah Tuhan tidak terlalu egois memintaku bergantung penuh kepadaNya sementara selama hampir 30 tahun aku hidup didunia ini dengan caraku. Kalau memang Tuhan mau mengajarku sekarang, baik; aku terima.

Baiklah Tuhan, kelas baru.......berkat yang baru pula

Comments

Popular posts from this blog

Kepada rekan sevisi (cont: ayo donasi ke Israel)

Medan, 08 September 2008 Kepada : Teman sevisi Salam kegerakan, Nama saya Novita Sianipar. Panggil saya Vita. Saat ini saya mendapat undangan untuk mengikuti konferensi internasional (All Nations Convocation Jerusalem/ ANCJ) di Israel mulai tanggal 21 September hingga 13 Oktober 2008. Saya memperoleh undangan ini dari rekan saya Miss X (maaf nama dirahasiakan), yang juga volunteer di JHOPFAN (Jerusalem House of Prayer for All Nations) di Israel. Dia merupakan staff disana pada konferensi sebelumnya. Beliau merekomendasikan nama saya sebagai salah satu volunteer untuk kawasan Asia. Saya merupakan satu-satunya volunteer asal Indonesia yang bakal bertugas di konferensi itu. Tugas saya dalam acara tersebut adalah menyambut para delegasi dari seluruh dunia khususnya dari Asia dan memfasilitasi kebutuhan mereka dalam acara tersebut. Selain itu saya mendapat tambahan tugas dibagian publikasi dan media. Adalah penting jika Indonesia mengirimkan volunteer perwakilannya di ANCJ di Israel. Saat i...

Masih cemas

Aku berusaha untuk konsentrasi menyelesaikan essay tapi pikiran selalu saja berlari ingin pulang dan memeluk mama. Seperti apapun yang kuupayakan, tetap saja aku nggak bisa menghalau rasa cemas ini. Aku takut...........

Berani mencinta berani disakiti

Benci dan kemarahan hanyalah dua komponen yang menyerang ganas kepada mereka yang dipercaya namun merusak kepercayaan itu. Benci yang kata orang benar-benar cinta sebenarnya menunjukkan defenisi yang benar bahwa benci hanya bisa dilampiaskan  kepada orang yang benar-benar kita cintai haha. Kemarin aku menonton sebuah FTV, Si tokoh wanita bilang, "Aku tidak ingin disakiti, makanya aku tidak ingin mencintainya. " Lantas, si tokoh pria mengatakan, "Kalau kau berani mencintai, kau sedang memberi peluang untuk disakiti." Cinta dan rasa sakit hati nampaknya memang satu paket. Itulah sebabnya kitab Amsal juga menuliskannya dengan jelas bahwa orang yang paling berpeluang menyakitimu adalah orang yang paling kamu cinta dan percayai. Jadi jika memang satu paket, tentu kalimat bijak yang bisa dibentuk ialah, berani mencinta berani disakiti hahahahaha..Mengerikan.