Skip to main content

Bali dan Mas Ipung

Pengalaman pertama di Bali ditorehkan oleh mas Ipung. Dia menjemputku di pelabuhan (aku nyeberang dari Jogya) dan setelah mentraktirku makan siang di rumah makan kesayangannya; dia mengantarku langsung ke Kuta.

Duh kayak baru kemarin kejadiannya saat aku duduk beralaskan sandalnya yang lebar makan tim tam sambil memandang langit pulau dewata yang memerah di ujung tepian Kuta.

Aih mas Ipung…. baiknya dikau.

Mas Ipung juga yang ngantarin sampai ke rumah mas Rama. Masih keinget rona keterkejutan di wajahnya saat tahu aku bakal nginap di rumah mas Rama.

“Emang Rama siapa? “ tanyaku polos. Mas Didik – temannya mas Rama –hanya nyebutin kalo Rama dan istrinya adalah pekerja seni di Bali. Mas Didik yang mengatur agar aku dapat penginapan gratis dan ternyata Rama malah ngizinin aku di rumahnya.

“Dia itu fotografer terkenal non. Dia sering pameran di luar negeri. Fotografer internasional gitu,” jelas mas Ipung.

Tapi aku menganggapnya biasa saja. Aku punya Johnny TG, Arbain Rambe, Rully Resuma dan teman-teman fotografer lainnya yang aku pikir juga jago motret. Paling juga Rama terkenal karena objek fotonya adalah Bali yang emang daerah turis yang mendunia.

Trus meski istrinya mas Rama datang dan bilang dengan menyakinkan kalo aku bakal diperlakukan sangat baik di rumahnnya, mas Ipung tetap aja memandangku dengan pandangan, kalo ada apa2 telpon aku okey..

------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Kapan kembali lagi? Tiap tahun donk kemari,” Gitu kata mas Ipung saat mengantar ke bandara Ngurah Rai. Aku hanya dua hari di Bali trus nyebrang Padang Bai menuju Lombok dan tiga hari kemudian balik lagi ke Bali untuk menginap semalam lagi disana. Yah, malam terakhir bersama Mas Rama, Susi dan kedua anaknya yang nangis terus karena kepergianku.

Setelah diajak hampir keliling Bali, aku hanya mentraktir mas Ipung satu corong es cone rasa vanila. Dia sebenarnya nggak mau makan. Malu katanya; pria segagah dia megang dan jilat-jilat es krim depan umum. Tapi yah akhirnya dia melakukannya juga karena…(aku lupa karena apa)

“Yah udah kalo nanti nikah dan bulan madu ke Bali aja yah. Kenalin calonnya sama abangmu ini.”balasnya menyerah karena kubilang nggak mungkin banget ke Bali setahun sekali seakan-akan jarak tempuhnya dekat kayak dari Medan nuju Danau Toba yang makan waktu 4 jam lebih.

Dan di bandara itu pula aku berjanji dalam hati aku akan melakukan yang dimintanya. Sayang sudah hampir 3 tahun dan aku belum menepatinya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Setelah sekian lama aku meneleponnya tadi. Dia masih seperti dulu.

“Aku hanya ingin memastikan kau masih hidup,” Aku mengatakannya dengan dada yang dipenuhi rasa yang tak menentu. Kangen iyah, gembira iyah, sedih iyah, menyesal apalagi. Perasaan bersalah karena mengganti nomor telepon dan tidak memberitahunya.

“Mau kawin neng? Mau ngundang yak?” Ugh, dia masih secerewet dulu.

“Enggak. Nggak ada yang mau,”

“Bukan nggak ada tapi belon aja kali.” Perkataan bodoh. Tentu saja ada yang mau samaku. Amin

Aku tertawa lepas. Itu yang kusuka darinya. Optimis dan selalu riang gembira.Mas Ipung itu kombinasi yang tepat untuk dijadikan apapun. Abang iyah, teman iyah, kadang kala berperan sok tua jadi seorang bapak. Hm, mas Ipung itu kayak permen Marbels – tetap manis dan segar hingga gigitan yang terakhir. Nggak ngebosenin.

Aku beruntung bisa mengenalnya.

Comments

Popular posts from this blog

Kepada rekan sevisi (cont: ayo donasi ke Israel)

Medan, 08 September 2008 Kepada : Teman sevisi Salam kegerakan, Nama saya Novita Sianipar. Panggil saya Vita. Saat ini saya mendapat undangan untuk mengikuti konferensi internasional (All Nations Convocation Jerusalem/ ANCJ) di Israel mulai tanggal 21 September hingga 13 Oktober 2008. Saya memperoleh undangan ini dari rekan saya Miss X (maaf nama dirahasiakan), yang juga volunteer di JHOPFAN (Jerusalem House of Prayer for All Nations) di Israel. Dia merupakan staff disana pada konferensi sebelumnya. Beliau merekomendasikan nama saya sebagai salah satu volunteer untuk kawasan Asia. Saya merupakan satu-satunya volunteer asal Indonesia yang bakal bertugas di konferensi itu. Tugas saya dalam acara tersebut adalah menyambut para delegasi dari seluruh dunia khususnya dari Asia dan memfasilitasi kebutuhan mereka dalam acara tersebut. Selain itu saya mendapat tambahan tugas dibagian publikasi dan media. Adalah penting jika Indonesia mengirimkan volunteer perwakilannya di ANCJ di Israel. Saat i...

Masih cemas

Aku berusaha untuk konsentrasi menyelesaikan essay tapi pikiran selalu saja berlari ingin pulang dan memeluk mama. Seperti apapun yang kuupayakan, tetap saja aku nggak bisa menghalau rasa cemas ini. Aku takut...........

Berani mencinta berani disakiti

Benci dan kemarahan hanyalah dua komponen yang menyerang ganas kepada mereka yang dipercaya namun merusak kepercayaan itu. Benci yang kata orang benar-benar cinta sebenarnya menunjukkan defenisi yang benar bahwa benci hanya bisa dilampiaskan  kepada orang yang benar-benar kita cintai haha. Kemarin aku menonton sebuah FTV, Si tokoh wanita bilang, "Aku tidak ingin disakiti, makanya aku tidak ingin mencintainya. " Lantas, si tokoh pria mengatakan, "Kalau kau berani mencintai, kau sedang memberi peluang untuk disakiti." Cinta dan rasa sakit hati nampaknya memang satu paket. Itulah sebabnya kitab Amsal juga menuliskannya dengan jelas bahwa orang yang paling berpeluang menyakitimu adalah orang yang paling kamu cinta dan percayai. Jadi jika memang satu paket, tentu kalimat bijak yang bisa dibentuk ialah, berani mencinta berani disakiti hahahahaha..Mengerikan.